Presidential Threshold, Masihkah Relevan?
jpnn.com - Wacana presidential threshold kembali mengemuka akhir-akhir ini, berkenaan dengan pembahasan RUU Pemilu. Presidential Threshold (PT) atau batas minimun perolehan suara partai politik atau gabungan partai politik di parlemen untuk bisa mengusung calon presiden, kembali menjadi perbincangan serius di kalangan para ahli pemilu dan Fraksi-fraksi di DPR RI.
Memang pada pembahasan undang-undang pemilu sebelumnya persoalan ini juga menjadi topic utama, namun kali ini menjadi berbeda lantaran adanya ketentuan bahwa pemilu 2019 nanti akan dilaksanakan secara serentak antara legislatif dan pemilu presiden/ wakil presiden.
Ketentuan tentang pelaksanaan pemilu serentak legialatif dan pilpres merujuk pada putusan MK Nomor 14/PUU-XI/2013 yang menyatakan pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD serta pemilu presiden dan wakil presiden pada tahun 2019 harus dilaksanakan bersamaan.
Putusan tersebut merupakan jawaban MK atas gugatan uji materi UU 42/2014 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Pertanyaanya adalah, masihkah relevan diberlakukan presidential threshold manakala pemilu presiden/ wakil presiden dilaksanakan bersamaan dengan pemilu legislatif?
Pemerintah dalam drfat RUU Pemilu memandang perlu adanya presidential threshold dengan mematok angka 20% hasil suara pemilu dan 25% hasil kursi di parlemen. Pertanyaannya adalah pemilu manakah yang dijadikan sebagai dasar basis perhitungan presidential threshold tersebut? Selama ini, pelaksanaan pemilu legislatif dilaksanakan dua bulan lebih awal dari perhelatan pemilu presiden/ wakil presiden; sehingga basis perhitungan presidential threshold adalah hasil pemilu legislatif yang baru saja disahkan.
Dengan bahasa lain, basis pijakan perhitungan presidential threshold adalah hasil pemilu legislatif tahun yang sama. Masalahnya adalah, ketika pemilu dilaksanakan bersamaan dengan pemilu legislatif, kemungkinannya hanya ada satu, yakni berbasis hasil pemilu legislatif sebelumnya.
Dalam hal kasus pemilu presiden/ wakil presiden tahun 2019 mendatang, jika presidential threshold diberlakukan, maka pilihan pijakan dasar perhitungannya hanya satu, yakni hasil pemilu legislatif tahun 2014.
Pertanyaan selanjutnya adalah, bagaimana hukumnya mendasarkan perhitungan PT pada hasil pemilu yang hasilnya telah dibuat untuk menentukan keabsahan presidential threshold pemilu presiden/ wakil presiden sebelumnya?
Dalam bahasa lain, bagaimana mungkin hasil pemilu legislatif sekali dapat dijadikan sebagai dasar pijakan menentukan presidential threshold dua kali pemilu presiden/wakil presiden?