Pro Kontra Mudik Lebaran, Zainut MUI: Rasulullah saja Rindu Kota Kelahirannya
jpnn.com, JAKARTA - Lebaran Idulfitri sudah di depan mata. Jakarta pun mulai lengang karena ditinggal mudik sebagian besar warganya.
Mudik atau perjalanan ke kampung halaman telah menjadi tradisi dan fenomena yang selalu terjadi di setiap kali lebaran tiba.
Ada yang beranggapan mudik sangat diwajibkan karena saatnya bersilaturahmi dengan keluarga, atau salah satu bentuk bakti terhadap orang tua dan saudara.
Ada juga yang menganggap mudik sebagai sebuah tradisi, dan tidak ada keharusan dalam Islam.
Bagaimana sebenarnya mudik jika dilihat dari pandangan agama Islam? Apakah mudik berlandaskan atas kesadaran relijiusitas dalam hal ini agama atau sekadar budaya?
Wakil Wantim Majelis Ulama Indonesia (MUI) Zainut Tauhid Sa'adi menjelaskan dalam memaknai mudik lebaran ini umat Islam tidak perlu menjadikan polemik atau pro kontra, apalagi saling menyalahkan sehingga menimbulkan perpecahan di antara umat Islam.
"Mudik lebaran memang tidak masuk katagori ibadah mahdhah atau ibadah yang sudah ditentukan aturannya dalam Al-Qur'an maupun al-Hadits, seperti salat, zakat, dan haji, " kata Zainut di Jakarta, Senin (8/4).
Mudik lebaran itu masuk dalam katagori ibadah ghairu mahdhah yang diartikan sebagai ibadah yang tidak ditentukan aturannya baik di A-Qur'an maupun al-Hadits.