Produk Alternatif Tembakau Terbukti Tekan Angka Perokok di Eropa
jpnn.com, JAKARTA - Perdebatan mengenai risiko kesehatan produk tembakau kembali mencuat akhir-akhir ini, terutama ketika adanya wacana penyamaan produk tembakau dengan narkotika dalam RUU Omnibus Kesehatan.
Menurut Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Yahya Zaini, penyamaan itu tidak tepat, bahkan produk tembakau mestinya diatur terperinci sesuai dengan risikonya (11/5).
Penelitian mengenai risiko produk alternatif tembakau pernah dilakukan di Indonesia, salah satunya oleh Dosen Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran Bandung, Amaliya.
Ia menjelaskan bahwa produk tembakau beragam, dan masing-masing mempunyai risiko yang berbeda-beda. Rokok elektrik dan rokok konvensional misalnya. Menurut Amaliya, keduanya punya risiko kesehatan yang tidak sama.
“Aerosol/uap yang dihasilkan vape atau rokok elektrik mengandung sedikit sekali (zat berbahaya dan karsinogen), bisa dikatakan kadarnya tidak bermakna,” kata Amaliya, Dosen FKG UNPAD pada acara daring Wednesday about Research & Innovation in the Graduate School Universitas Padajajaran..
Selain itu, cara konsumsi produk alternatif berbeda karena tidak dibakar, sehingga risikonya bisa ditekan karena tidak menghasilkan residu hasil pembakaran (TAR) yang berbahaya bagi tubuh.
Menurut Amaliya, komponen TAR tidak ditemukan pada produk alternatif tembakau.
“Pembakaran dari rokok dapat mencapai lebih dari 800 derajat selsius. Yang terdapat dalam produk tembakau dipanaskan dan vape hanya pemanasan, tidak ada asap. Rokok yang dibakar tentu mengeluarkan lebih banyak zat toxic (beracun) dan penyebab kanker (karsinogen),” ujar Amaliya dalam acara yang sama.