Produk Tembakau Alternatif Bisa Mengurangi Jumlah Perokok Indonesia
Hasil riset itu menyatakan produk tembakau yang dipanaskan memiliki tingkat toksisitas (tingkat merusak suatu sel) yang lebih rendah hingga 80 sampai 90 persen daripada rokok.
Menurut Bimmo, pemerintah juga bisa mendorong kajian ilmiah lokal dengan menggandeng para pemangku kepentingan seperti para ilmuwan dan akademisi di bidang yang terkait.
Dengan begitu, hasilnya akan lebih komprehensif sehingga memperkuat kajian-kajian sebelumnya.
“Hasil kajian ilmiah tersebut nantinya juga dapat menjadi landasan dalam pembuatan regulasi yang khusus mengatur tentang produk tembakau alternatif. Dengan adanya regulasi khusus, kami optimis akan mendorong perokok dewasa untuk beralih ke produk yang lebih rendah risiko ini,” ujar dia.
Sementara itu, mantan Direktur Riset Kebijakan dan Kerja Sama Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tikki Pangestu sebelumnya mengatakan penggunaan bukti ilmiah dalam penyusunan kebijakan kesehatan belum menjadi pertimbangan utama di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah.
Kajian ilmiah seringkali dikalahkan oleh opini dan nilai-nilai subjektif lainnya. “Bahkan ideologi mengalahkan fakta, kebenaran, dan bukti ilmiah,” kata akademisi dari National University of Singapore tersebut belum lama ini.
Tikki menambahkan kondisi tersebut terjadi karena tiga alasan. Pertama kurangnya bukti ilmiah yang mendalam dan relevan.
Jika ada, jumlahnya terbatas, kurang komprehensif, dan tidak sesuai dengan kebutuhan pembuat kebijakan. Kedua, keterbatasan literasi ilmiah di kalangan para pembuat kebijakan.