Prof Jimly Blakblakan soal Kondisi Politik saat Pembentukan MK
jpnn.com, JAKARTA - Guru Besar Hukum Tata Negara (HTN) Universitas Indonesia Prof Jimly Asshiddiqie menjelaskan awal mula pendirian Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2003 silam, tidaklah mudah.
Namun lembaga yang juga punya kewenangan memeriksa, mengadili, dan memutuskan usulan DPR tentang pemberhentian presiden itu, akhirnya terbentuk dan berdiri kokoh hingga hari ini.
Prof Jimly tidak hanya menjadi ketua MK pertama bersama delapan orang lainnya. Yakni Letjen. TNI (Purn.) Achmad Roestandi, I Dewa Gede Palguna, Prof Ahmad Syarifuddin Natabaya, Prof Abdul Mukthie Fadjar, DR Harjono, Prof Mohammad Laica Marzuki, Soedarsono, dan Maruarar Siahaan.
Prof Jimly juga ikut membidani lahirnya lembaga itu.
Susahnya membentuk MK pada masa kepemimpinan Presiden Megawati Soekarnoputri itu disinggung sekilas oleh Prof Jimly, saat ditanya soal tantangan menjadi ketua MK pertama, dalam program NGOMPOL (Ngomongin Politik) JPNN.com, 5 Agustus 2020 lalu.
"Bukan hanya memimpin MK-nya, tetapi mulai realisasi terbentuknya MK itu, susah. Karena rancangan undang-undanganya pun sesudah disusun secara garis besar oleh pemerintah. Momentum untuk diajukan ke DPR itu, ada suasana politik yang tidak kondusif," ucap Prof Jimly.
Situasi tak kondusif yang dimaksud tokoh yang kini menjabat anggota DPD RI ini adalah munculnya desas-desus soal Sukhoi Gate, terkait pembelian pesawat tempur dari Rusia oleh presiden masa itu.
"Jadi di zaman Bu Mega itu ada kasus, Sukhoigate namanya. Kalau (masa) Pak Habibie kan Baligate, Gus Dur Buloggate, gate-gate semua. Nah ada lagi Sukhoigate. Lalu muncul isu impeachment. Maka ada persepsi umum bahwa kalau MK berdiri, ini tempat meng-impeach presiden," tutur Prof Jimly.