Profil Mahfud MD: Mantan Aktivis PII dan HMI, Calon Menteri di Kabinet Jokowi
Dengan nama itu, sang ayah, Mahmodin, berharap anak keempat dari tujuh bersaudara itu menjadi orang yang terjaga. Ia dilahirkan ketika ayahnya bertugas sebagai pegawai rendahan di kantor Kecamatan Omben, Kabupaten Sampang.
Ketika Mahfud MD berusia dua bulan, keluarga Mahmodin pindah ke Pamekasan, daerah asalnya. Di sana, di Kecamatan Waru, Mahfud menghabiskan masa kecilnya. Kala itu, surau dan madrasah diniyyah adalah tempat Mahfud belajar agama Islam.
Ketika berumur tujuh tahun, Mahfud MD dimasukkan ke Sekolah Dasar Negeri. Sore harinya, ia belajar di Madrasah Ibtida’iyyah. Malam sampai pagi hari, ia belajar agama di surau.
Mahfud MD lalu dikirim ke pondok pesantren Somber Lagah di Desa Tegangser Laok, untuk mendalami agama. Ketika itu ia masih kelas 5 SD. Sekolahnya pun ia lanjutkan di sana.
Pondok Pesantren Somber Lagah adalah pondok pesantren salaf yang diasuh Kiai Mardhiyyan, seorang kiyai keluaran Pondok Pesantren Temporejo atau Temporan. Pondok pesantren itu sekarang diberi nama Pondok Pesantren al-Mardhiyyah, memakai nama pendirinya, Kiai Mardhiyyan, yang wafat pertengahan 1980-an.
Meski nilai ujiannya bagus, Mahfud tidak melanjutkan sekolah ke SMPN favorit. Orang tuanya memasukkan dia Pendidikan Guru Agama (PGA) Negeri di Pamekasan. Pada waktu itu, ternyata ada tiga murid yang namanya sama dengannya.
Untuk membedakan, akhirnya Mahfud menambahkan inisial MD di belakang namanya. Tanpa sengaja, nama itu tertulis dalam ijazahnya. Kini, inisial menetap di belakang nama Mahfud seperti gelar akademik medical doctor, sebagaimana anggapan sebagian orang.
Sehabis menamatkan PGA selama empat tahun pada 1974, Mahfud terpilih untuk melanjutkan ke Pendidikan Hakim Islam Negeri (PHIN), sekolah kejuruan unggulan milik Departemen Agama di Yogyakarta yang merekrut lulusan terbaik dari PGA dan Madrasah Tsanawiyah seluruh Indonesia.