Projo Optimistis PP Minerba Baru Jadi Solusi Realistis
Menurutnya, PP Nomor 1 Tahun 2017 telah menutup opsi bagi pemegang kontrak karya untuk melakukan ekspor bahan mentah. Sementara kesempatan selama lima tahun bagi pemegang kontrak karya untuk membangun fasilitas pemurnian (smelter) sebagai amanat UU Minerba ternya tidak termanfaatkan dengan baik hingga habis waktunya di tahun 2014.
Pemerintahan Jokowi sempat memberi toleransi berupa 3 tahun masa relaksasi atas ketentuan UU Nomor 4 Tahun 2009. Namun, kebijakan itu telah usai per 11 Januari 2107.
Hanya saja, kata Budi, situasi tidak banyak berubah. “Smelter tidak terbangun. Divestasi saham tidak terlaksana,” tegasnya.
Karenanya Budi meyakini kebijakan baru pemerintah sebagaimana tertuang dalam PP Nomor 1 Tahun 2017 yang memberi ruang bagi pemegang kontrak karya untuk bisa melakukan ekspor konsentrat selama maksimal lima tahun ke depan namun dengan syarat-syarat tertentu merupakan solusi. Syarat yang diatur dalam PP itu pun tidak mudah.
Budi menegaskan, merujuk pada PP Minerba baru maka harus ada perubahan status dari kontrak karya menjadi izin usaha pertambangan khusus operasi produksi (IUPK OP) dengan konsekuensi membangun fasilitas pemurnian (smelter) dan melakukan divestasi saham kepada pemegang saham Indonesia sebesar 51 persen di tahun kesepuluh sejak tebitnya PP ini.
“Kebijakan ini kami nilai sebagai jalan keluar yang realistis dan memberi rasa aman kepada seluruh stakehoder dan memutus polemik berkepanjangan mengenai tata kelola industri pertambangan mineral. Projo juga meyakini kebijakan ini akan menghadirkan pada tata kelola minerba yang berpihak pada konstitusi dan kedaulatan bangsa,” ujar mantan wartawan itu.(ara/jpnn)