Puan Maharani, Jarang Bicara, Tetapi Viral
Oleh: Dhimam Abror DjuraidDalam voting ini ketua dewan berperan sebagai pengawas dan penyeimbang. Ketua dewan tidak boleh ikut voting. Dia hanya menunggu hasil penghitungan suara. Kalau hasilnya draw alias sama kuat, barulah sang ketua dewan menggunakan hak pilihnya supaya pemilihan tidak deadlock.
Indonesia tidak mengadopsi sistem demokrasi parlementer ala Westminster yang diterapkan di Inggris atau Australia.
Indonesia menganut sistem demokrasi presidensial seperti di Amerika, meskipun tidak sepenuhnya sama.
Indonesia belakangan meniru sistem dua kamar di Amerika yang mempunyai Kongres dan Senat. Di Indonesia, kongres diperankan oleh DPR dan Senat diperankan oleh DPD (Dewan Perwakilan Daerah).
Pengin meniru model Amerika, tetapi praktiknya ternyata tidak efektif karena DPD belum bisa sepenuhnya memerankan fungsi Senat di Amerika.
Karena sistem yang gado-gado ini sistem Indonesia disebut sebagai ‘’Washminster’’ campuran antara ‘’Washington’’ dan ‘’Westminter’’. Sistem Indonesia bukan Washington, tetapi juga bukan Westminter. Sistem di Indonesia adalah sistem yang bukan-bukan.
Apa pun sistem yang diterapkan, yang penting fungsi parlemen jalan. Fungsi legislatif untuk melakukan ‘’checks and balances’’ sebagai nilai dasar demokrasi harus berjalan. Apa pun sistem demokrasi yang diterapkan, legislatif harus menjadi kekuatan penyeimbang bagi eksekutif.
Legislatif yang lemah akan membuat eksekutif terlalu kuat. Kalau dua lembaga itu sudah tidak seimbang, maka demokrasi terancam. Eksekutif yang terlalu dominan akan menjadi otoriter.