Puan Maharani, Jarang Bicara, Tetapi Viral
Oleh: Dhimam Abror DjuraidDalam tradisi Westminster seorang speaker duduk di depan di kursi paling tinggi. Di sisi kanannya ada deretan anggota parlemen yang menjadi menteri dari partai pendukung pemerintah dan koalisinya. Di sisi kiri ada anggota dewan dari oposisi dan koalisinya yang menjadi ‘’menteri bayangan’’ atau ‘’shadow minister’’.
Para anggota dewan yang duduk di deretan kursi depan itu disebut sebagai ‘’front-bencher’’. Mereka menjabat sebagai menteri sungguhan, dan dari pihak oposisi menjadi menteri bayangan.
Para anggota kabinet yang tidak memegang jabatan menteri atau menteri bayangan duduk di kursi deretan belakang, dan disebut sebagai ‘’back-bencher’’.
Para back-bencher ini tidak punya hak bicara, tetapi boleh menjadi suporter atau pemandu sorak. Setiap kali terjadi debat dan ada pernyataan yang dianggap tidak tepat para back bencher akan berteriak ‘’Huuuu….’’
Ketua dewan bertugas memimpin rapat parlemen yang berisi debat kebijakan pemerintah. Sang speaker atau ketua dewan tidak ikut berbicara, tetapi dia pegang palu untuk mengendalikan sidang.
Setiap kali sidang berlangsung pasti banyak terjadi perdebatan. Tidak jarang saling hujat dengan nada keras, dan back benchers meramaikan perdebatan dengan teriakan-teriakan dari belakang.
Sang ketua dewan harus sabar mendengarkan debat, meskipun debat itu dianggap bertele-tele. Kalau sampai terjadi keributan saling tuding dan hujat, sang ketua dewan baru bertindak dengan meneriakkan, ‘’Order..order’’. Kalau ketua dewan sudah meneriakkan ‘’order’’ ruang sidang pun tenang kembali.
Ketua dewan tidak perlu mematikan mik untuk menertibkan sidang supaya kembali ke ‘’order’’. Meskipun sedang berlangsung berjam-jam, ketua dewan harus sabar menunggu. Kalau kemudian terjadi deadlock maka jalan yang diambil adalah voting.