Puja Kessuma Harus Memegang Teguh Falsafah 'Tunggal Sekapal'
“Pemimpin yang menghayati makna ‘tunggal sabahita’ akan mampu membawa rakyat ke pulau harapan,” cetus Suhendra yang juga mantan Ketua Tim Penyelesaian Pelanggaran HAM Indonesia-Vietnam.
“Ciri khas Puja Kessuma adalah gotong-royong, ikatan persaudaraan yang kuat, dan daya survival yang tinggi. Untuk itu, pilihlah kepala daerah yang memiliki sifat demikian, apa pun etnis dan agamanya,” tukas Suhendra sambil menambahkan bila bicara Puja Kessuma maka sama sekali tidak bermuatan primordialisme atau suku, agama, ras dan antargolongan (SARA).
Sebab, kata dia, Puja Kessuma adalah organisasi yang terbuka bagi etnis dan agama apa pun. Yang penting, lanjut Suhendra, mencintai budaya dan nilai-nilai Jawa seperti andhap asor (sopan santun), gotong-royong, tepa selira (persaudaraan), kerukunan, senasib sepenanggungan, dan sebagainya.
“Kepala daerah yang andhap asor, tepa selira, daya survivalnya tinggi dan suka gotong-royong tentu akan sangat mampu membangun daerah dan rakyatnya,” lanjut dia.
Untuk itu, ia tidak mau menunjuk calon kepala daerah mana yang akan didukung oleh Puja Kessuma. Pasalnya, yang lebih penting adalah mereka mampu mengimplementasikan makna ‘tunggal sabahita’.
“Syukur-syukur bila secara biologis mereka memang Puja Kessuma,” terangnya.
Potensi Puja Kessuma untuk memenangkan kandidat dalam pilkada, lanjut Suhendra, cukup besar. Di Sumatera, jumlah keturunan Jawa mencapai lebih dari 50 persen penduduk. “Ini posisi tawar yang luar biasa. Kalau kompak, pasti akan menang,” paparnya.
Suhendra kembali mengingatkan bahwa seruan tersebut bukan soal primordialisme atau SARA. Sebagai warga negara yang mempunyai hak pilih, dia merasa boleh punya aspirasi tentang kriteria pemimpin.