Pulkam Demi Mengenalkan Morotai Lewat Sentuhan Tangan
“Kalau kita kerja di sanggar ini motivasinya uang, maka saya dan dua teman tidak mungkin bertahan sampai saat ini. Karena kita sudah berkeluarga dan setiap hari harus menafkahi anak istri. Tapi selama bekerja di sanggar ini memang belum pernah ada pemasukan atau pendapatan yang bisa dibawa pulang ke rumah," tuturnya.
Ya, Rais dan ketiga rekannya, ditambah keluarga mereka, adalah orang-orang yang sama-sama diliputi optimisme. Pertimbangannya, Morotai sebagai 1 dari 10 destinasi prioritas pemerintah Indonesia akan mendatangkan wisatawan secara kontinu. Dan Sanggar Tigalu siap menjadi penyedia oleh-oleh khas Morotai.
“Intinya, kita tidak mau tiba saat tiba akal. Jadi kalau ke depan potensi wisata sudah terbuka, maka kita juga sudah siap memperkenalkan hasil karya dari Morotai ke wisatawan," kata Rais.
Rais sendiri pernah jatuh bangun di perantauan untuk membuktikan bakat seninya. Pada 1999, ia pertama kali menapaki karirnya senimannya di ibukota. Setahun kemudian, Rais kembali ke Morotai untuk menikahi pujaan hatinya, Diana. Ia lalu kembali ke Jakarta untuk melanjutkan panggilan jiwanya.
“Saya pernah ikut kursus di ITB untuk belajar seni lukis. Bahkan untuk mencari tahu cara membuat tinta motif lukisan di kain, saya nekat masuk kerja di salah satu pabrik pembuat hiasan kain batik," kisahnya.
Kenekatan pula yang mendorong Rais ikut lomba mendesain batik di bodi sepeda motor Mio pada 2004. Hasil kreasinya lantas dinobatkan sebagai juara 1.
“Saya melukis batik bermotif Anggrek Wayabula. Setelah juara, ditawari jadi pelukis di salah satu sanggar di Jakarta. Tapi saya tolak karena ingin kembali dan mengembangkan hasil karya di daerah sendiri,” tuturnya.
Sekembalinya ke Morotai, uang hasil perantauan bisa digunakan Rais untuk membangun rumah. Ia mengaku beruntung memiliki istri yang begitu pengertian. ”Keuntungan saya adalah memiliki istri yang penuh pengertian, sehingga saya tinggalkan berbulan-bulan, bahkan tahun, tapi tidak pernah ada kata mengeluh," pujinya.