Purbo Asmoro
Oleh Dahlan IskanAnak kedua Ki Purbo juga sudah bisa mendalang, tetapi masih belum mau tampil di publik. Ia baru lulus ISI Solo.
Setelah menonton banyak penampilannya, saya setuju Ki Purbo sangat menonjol dari segi sastra. Intelektualitasnya dan kesastrawanannya terlihat di kalimat-kalimat yang bersastra di pementasannya.
Namun itu juga membuat Ki Purbo terasa sangat 'priayi'. Humor-humornya intelek. Tidak bisa sebebas dan senakal seperti Seno Nugroho.
Dialog-dialog antar-tokohnya juga bisa dianggap kurang 'liar'. Kurang bisa menyatu dengan penonton masa kini.
Itulah memang Ki Purbo. Yang sosoknya juga sangat priayi. Yang mungkin ia-lah kini menjaga wayang kulit lengkap dengan warna sastranya.
Saya lagi mencari buku yang ditulis peneliti Amerika Serikat dua tahun lalu. Peneliti itu, Kathryn Emerson, menulis buku tentang Purbo Asmoro.
Kathryn, asal Michigan, kini bergelar doktor. Dia mempelajari gamelan Jawa di Solo. Bahkan sampai bisa ngendang –membunyikan kendang, instrumen tersulit di gamelan.
Kathryn rupanya jatuh cinta ke instrumen kendang –kemudian jatuh cinta pula ke pria Solo di belakang kendang tersebut: Wakidi Dwijo Martono.