PUSAKA Sebut Kewenangan Tambahan dalam RUU Polri Perlu Diimbangi Pengawasan Ketat
jpnn.com, JAKARTA - Direktur Eksekutif Pusat Studi dan Analisa Keamanan Indonesia (PUSAKA) Adhe Nuansa Wibisono Ph.D menilai pelaksanaan fungsi Polri masih menghadapi banyak hambatan baik dari sisi penegakan hukum, aspek transparansi, dan akuntabilitas kelembagaan.
“Ketentuan UU Kepolisian yang ada belum secara optimal memperbaiki kinerja Polri dalam penyesuaian dengan kondisi ketatanegaraan, pemerintahan khususnya juga terhadap produk hukum yang mengatur penyelenggaraan fungsi Polri," ungkap Wibisono, dikuti pada Senin (10/6).
Seperti diketahui, DPR sepakat merevisi UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian RI yang disepakati menjadi inisiatif DPR. Revisi UU tersebut telah didasarkan pada paradigma baru yang menjadikan Polri berorientasi sipil.
Namun, Polri dinilai belum sepenuhnya mampu mewujudkan diri sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.
“Pada dasarnya penyempurnaan RUU ini diarahkan untuk meningkatkan kinerja Polri sebagai alat negara yang menjaga keamanan masyarakat. Dengan penyempurnaan RUU ini diharapkan performa Kepolisian dapat meningkat dan pada saat yang bersamaan proses penegakan hukum berjalan semakin baik”, kata Wibisono.
Wibisono juga menilai terkait dengan identifikasi kelemahan RUU ini, maka bisa ditentukan solusi untuk menjawab berbagai permasalahan yang ada.
Kewenangan Polri seperti dalam Pasal 14 terkait pengawasan ruang siber dan Pasal 16 terkait penyadapan dan intelijen dikhawatirkan dapat membuka celah penyalahgunaan kekuasaan dan minimnya pengawasan.
Oleh karena itu, mekanisme dan kriteria dalam penggunaan kewenangan baru tersebut harus diperjelas agar sesuai dengan asas transparansi dan akuntabilitas.