Putusan Gugatan Pencemaran Udara Jakarta Ditunda
Seperti dikutip dari kantor berita Reuters, Pusat Energi dan Udara Bersih (CREA) mencatat kualitas udara yang buruk di Jakarta disebabkan oleh beberapa faktor, seperti urbanisasi yang cepat, kondisi lalu lintas yang kronis, di samping keberadaan pembangkit listrik tenaga batu bara.
Pengukur kualitas udara untuk partikel kecil berukuran 2,5 mikron yang dipasang di Kedutaan Besar Amerika Serikat mencatat udara yang tidak sehat sebanyak 172 di Jakarta pada tahun 2019.
Jumlah hari tidak sehat ini bertambah sebanyak 50 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Menjadi 'pertaruhan masa depan anak'
Penundaan sidang putusan hakim merupakan "pertaruhan masa depan anak" di Jakarta menurut Khalisah Khalid, koordinator politik di organisasi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) yang turut mengadvokasi gugatan polusi udara tersebut.
"Kita sebenarnya sedang berhitung juga dengan waktu, dengan kualitas udara yang buruk seperti ini, kita tidak bisa semuanya dilakukan secara santai dan lama," katanya.
Khalisah yang memiliki anak berumur 10 tahun dengan alergi sejak bayi, mengatakan jika seluruh permohonan penggugat dikabulkan maka harapannya "bisa membantu menyelamatkan anak Indonesia dari kualitas hidup yang semakin buruk".
"Memang penggugat CSL ada 32 orang, tapi kami yakin di luar sana banyak sekali orang-orang yang punya nasib yang sama ... mungkin ada banyak orangtua yang tidak punya cukup uang untuk berobat, menjaga daya tahan tubuh anak, dan sebagainya," katanya.
Khalisah berharap dapat memenangkan perkara ini, meski akan tetap memiliki "banyak pekerjaan rumah" bila terjadi.