RAPBN 2012 Diharapkan Sensitif Terhadap Krisis Global
Minggu, 14 Agustus 2011 – 22:30 WIB
Abdilla Fauzi memperkirakan, asumsi makro RAPBN 2012 tidak berbeda jauh dengan APBN 2011. Pemerintah menurutnya kemungkinan besar masih berpegang pada asumsi pertumbuhan yang moderat. "Saya memprediksi, (dalam) asumsi RAPBN 2012, pertumbuhan ekonomi bergerak dari 6,7 persen hingga ke 7 persen. Sementara ICP (patokan harga minyak Indonesia) tidak akan jauh-jauh dari 90-95 dollar AS. Inflasi sekitar 5,3 persen. Rupiah sekitar 8.500 sampai 9.000 per dollar AS," terang sosok yang juga anggota Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) itu.
Terakhir, ia menyarankan agar RAPBN 2012 juga menyinggung langkah-langkah pengurangan utang luar negeri. Indonesia katanya, tidak boleh terjebak dalam budaya utang karena jumlahnya sudah semakin memberatkan APBN. Berdasarkan catatan, jumlah utang luar negeri Indonesia sampai kuartal pertama 2011 mencapai 214,5 miliar dolar AS, atau meningkat 10 miliar dolar AS dibanding posisi akhir 2010. Jumlah tersebut terdiri atas utang pemerintah sebesar 128,6 miliar dolar AS dan utang swasta 85,9 miliar dolar AS.
Oleh karena itu, lanjut Abdilla Fauzi, sudah waktunya pemerintah mengganti mekanisme penyusunan RAPBN, dari rezim defisit yang selalu mengandalkan utang dalam pembiayaan pembangunan, menjadi rezim anggaran berimbang (balance budget). "Sudah banyak bukti, ada negara yang terancam bangkrut karena menggunakan rezim defisit. Karena itu, kami mengingatkan pemerintah, sudah waktunya mengganti pola penyusunan APBN," tandasnya. (fas/jpnn)