Resmi Dibentuk, FAPKP Segera Turun ke Daerah Pastikan Pemilu Jurdil dan Bermartabat
Hal ini juga telah diregistrasi oleh Mahkamah Agung melalui sistem pendaftaran online atau e-court Mahkamah Agung dengan Nomor Perkara : 637/G/2023/PTUN.JKT karena bertentangan dengan nilai, prinsip dan kaidah hukum sebagaimana negara hukum (rechtstate) adanya.
“Gugatan ini diajukan oleh dua pemohon Warga Negara Indonesia, yakni Syukur Destielo Gulo yang berprofesi sebagai calon advokat muda atau asisten advokat dan seorang mahasiswa bernama Jhonatan Glen Pirma Panjaitan. Keduanya memberikan kuasa kepada FAPKP," terangnya.
FAPKP mengajukan gugatan tersebut, setelah sebelumnya melayangkan keberatan atau pengaduan sengketa proses pemilu ke Bawaslu sejak 16 November 2023 dan hingga 14 hari sejak didaftarkan tidak kunjung diregistrasi dan atau diproses oleh Bawaslu.
“Pengajuan gugatan ke PTUN ini tentu sejalan dengan peraturan perundang-undangan, SK KPU adalah objek TUN dan secara khusus tentu dalam ranah hukum kepemiluan, PTUN diberi kewenangan untuk menanganinya," jelasnya.
Dia menyampakan beberapa alasan diajukannya pemohonan ini, yakni FAPKP memandang bahwa KTUN Obyek Sengketa yang dibuat berdasarkan Peraturan KPU Nomor 23 Tahun 2023 tanpa mempertimbangkan Putusan MKMK Nomor 2/MKMK/L/11/2023 adalah cacat hukum subtansi dan prosedural.
KTUN sebagai objek sengketa yang berkonsekuensi batal demi hukum (nietig) atau setidaknya dapat dibatalkan (vernietig baar), karena melanggar asas legalitas, undang-undang dan asas-asas pemerintahan yang baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 Ayat (1) Undang Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
Berikutnya, SK KPU sebagai objek TUN tidak berlandaskan pada asas legalitas, ketidakberpihakan dan asas kecermatan.
“Gugatan TUN ini juga didasarkan kepada prinsip dasar salus populi suprema lex esto bahwa keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi," beber Alvon. (mar1/jpnn)
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini: