Respons Sekjen KLHK Terkait Perusak Lingkungan Dalam RUU Omnibus Law
jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menegaskan revisi UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) dalam RUU Cipta Kerja (RUU Omnibus Law), tetap dalam semangat menindak tegas perusak lingkungan.
Hal yang menjadi catatan di ruang publik di antaranya berkenaan dengan subjek pertanggungjawaban mutlak. Dipastikan tidak akan mengaburkan pengertian pertanggungjawaban mutlak bagi perusak lingkungan dari frasa dalam Pasal berkenaan dengan pertanggungjawaban mutlak tersebut. Justru penegakan hukum lingkungan akan makin diperkuat.
“Pada RUU Omnibus Law, penegakan hukum lingkungan tetap dilakukan dan pelaku kejahatan lingkungan tetap dihukum. Penegakan hukum pidana tetap dapat menjerat para pembakar hutan, pencemar dan perusak lingkungan, karena pasal pidana tetap dipertahankan,” ungkap Sekjen KLHK Bambang Hendroyono, Jumat (14/2).
Pada RUU ini setiap orang atau badan usaha yang terbukti telah mengakibatkan kerusakan lingkungan atau pencemaran lingkungan dapat dijerat dengan sanksi pidana. Dalam hal ini prinsip ultimum remedium yang diterapkan.
Untuk pelanggaran-pelanggaran teknis yang membutuhkan langkah koreksi (corrective action) maka tetap dilakukan penegakan hukum dengan sanksi administratif paksaan pemerintah. Berturut-turut pembekuan dan pencabutan izin serta selanjutnya denda.
Pertanggungjawaban Mutlak
Sementara untuk perbuatan melawan hukum yang terkait dengan kegiatan menghasilkan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), menggunakan B3 atau kegiatan yang berdampak besar dan beresiko tinggi, tetap diterapkan pertanggungjawaban mutlak.
Adapun kalimat dalam RUU yang berbunyi “...tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan” tidak akan menghilangkan makna pertanggungjawaban mutlak, di mana unsur kesalahan tidak perlu dibuktikan.