Restitusi untuk Korban Tak Menghapus Tindak Pidana
jpnn.com, BALIKPAPAN - Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Abdul Haris Semendawai mengatakan, proses damai atau pemberian restitusi kepada korban tidak menghilangkan pidana yang dilakukan pelaku.
Menurut dia, pemberian restitusi bisa jadi pertimbangan hakim untuk memberikan putusan ringan terhadap kesalahan yang dilakukan pelaku kejahatan.
“Restitusi suatu hal lain yang harus dipenuhi. Namun, demikian proses hukum tetap jalan,” kata Haris saat menjadi pembicara dalam pertemuan para pengajar viktimologi di Universitas Balikpapan, Kalimantan Timur, Sabtu (22/4).
Haris menjelaskan, restitusi sebaiknya dihitung sejak awal kasusnya ditangani penyidik. "Dari pengalaman LPSK, hal itu sudah dilakukan pada kasus seperti tindak pidana perdagangan orang," katanya.
Lebih lanjut Haris mengatakan, LPSK sudah terikat nota kesepahaman dengan Polri terkait hal itu. Jaksa penuntut umum sudah berinisiatif meminta penyidik berkoordinasi dengan LPSK untuk menhitung kerugian korban pada waktu penyerahan berkas awal.
Dalam kesempatan sama, Direktur Reskrimum Polda Kaltim Kombes Hilman menambahkan, saat ini Polri memang belum banyak menghitung kerugian korban kejahatan sejak awal penanganan atau pemberkasan. Akan tetapi, lanjut Hilman, keran untuk melakukan hal tersebut sudah dibuka.
“Perhitungan ganti rugi bagi korban sudah mulai dilakukan, bukan saja dalam penanganan kasus seperti tindak pidana terorisme, melainkan juga pada kasus-kasus lainnya seperti TPPO (tindak pidana perdagangan orang, red),” kata Hilman.
Sedangkan Ketua Asosiasi Pengajar Viktimologi Indonesia (APVI) Angkasa menyoroti ganti rugi yang diberikan negara kepada korban atau yang biasa disebut kompensasi. Menurut dia, makna filosofis dari pemberian kompensasi adalah kegagalan negara melindungi masyarakatnya.