Restrukturisasi Bukan Solusi Akhir, Multifinance Diimbau Waspadai Kredit Bermasalah Gelombang Dua
“Kebijakan restrukturisasi mungkin akan kita perpanjang baik untuk perbankan dan pembiayaan, karena pemulihan ekonomi kita ini akan sangat bergantung pada pemulihan kesehatan masyarakat,” tukas Bambang.
Sementara Eko B Supriyanto, Chairman Infobank Institute berpendapat, ada beberapa hal yang akan sangat mempengaruhi industri pembiayaan.
Di antaranya yakni penundaan cicilan akibat Covid-19 (relaksasi atas penundaan pembayaraan cicilan selama 3 bulan), larangan eksekusi kendaraan jaminan, terhentinya permintaan kredit motor atau mobil baru dan menyangkut jaminan fiducia.
“Penundaan pembayaran cicilan dan larangan eksekusi akan berakibat kepada pendapatan. Sehingga yakin profit and loss perusahaan multifinance sangat terkonfirmasi mengalami penurunan,” tegasnya.
Untuk itu, perusahaan multifinance yang melakukan restrukturisasi tetap harus mengantisipasi dengan baik agar debitur yang direstrukturisasi dapat pulih kembali. Bank harus membuka diri bagi perusahaan multifinance yang akan melakukan restrukturisasi.
”Kami juga berharap bank dapat segera memberi kepercayaan kepada mtifinance dalam pengucuran kredit lagi, dan tentu multifinance juga harus meningkatkan GCG dan risk profile nya yang lebih baik,” tegas Eko.
Perusahaan pembiayaan yang melakukan restrukturisasi, tetap harus mewaspadai kredit macet gelombang dua, karena biasanya tidak semua yang direstrukturisasi akan pulih kembali. Pengalaman, ada 30 persen yang tidak bisa mengangsur kembali.”Mudah-mudahan ekonomi dan daya beli kembali pulih, sehingga tidak sampai angka 30 persen,” lanjut Eko.
Ketua Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno menekankan agar pelaku industri pembiayaan menjaga kredibilitas dalam menjalankan bisnisnya. Karena masalah kepercayaan merupakan kunci di industri keuangan.