Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Reuni

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Jumat, 03 Desember 2021 – 15:31 WIB
Reuni - JPNN.COM
Sejumlah massa mengikuti aksi Reuni 212, Jakarta, Kamis (2/12). Massa aksi membubarkan diri dengan damai pada pukul 11.00 WIB. Foto: Ricardo/JPNN.com

Pada masa Orde Baru di bawah Soeharto kekuatan politik Islam sejak awal tidak diberi ruang gerak, dan partai-partai Islam tidak diizinkan untuk berdiri kembali. Sepanjang masa kekuasaan Soeharto Islam politik mengalami represi yang lebih keras dibanding pada masa Soekarno.

Era reformasi yang ditandai dengan kejatuhan Soeharto membuat persaingan kubu agamis dan nasionalis memperoleh ruang yang lebih terbuka. Pada masa-masa awal reformasi persaingan dua kubu relatif berjalan lebih bebas tanpa represi.

Puncak persaingan paling panas terjadi pada pilgub DKI 2017 dan pilpres 2019 yang kemudian seolah menghidupkan kembali pola persaingan di masa Orde Lama. Aspirasi politik Islam tumbuh makin kuat dan hal ini menimbulkan kekhawatiran pada kubu kelompok nasionalis yang melihat potensi kemunculan radikalisme agama.

Rezim Jokowi menjadikan perang melawan radikalisme Islam sebagai prioritas penting. Pendekatan yang dilakukan lebih cenderung represif dengan pemenjaraan dan pembubaran seperti era Orde Lama.

Logika yang dipakai adalah ‘’the logic of accumulation and exclusion’’. Kekuatan-kekuatan politik yang kompromistis dikooptasi dan diakumulasi dalam koalisi, dan kekuatan oposisi akan dieksklusi dan bila perlu dianihilasi atau dihilangkan.

Pendekatan semacam itu mungkin saja bisa efektif, tetapi tidak bisa langgeng. Rezim yang berkuasa dengan memakai kekerasan akan melahirkan dendam sejarah yang setiap saat bisa meledak menjadi kekacauan.

Berbagai fenomena yang terjadi belakangan ini menimbulkan kekhawatiran bahwa Indonesia belum menjadi negara yang paripurna. Seperti yang dikatakan Yudi Latief, Pancasila adalah produk politik yang seharusnya menjadikan Indonesia sebagai negara paripurna.

Pancasila adalah kompromi politik terbaik, yang dihasilkan dari permenungan dan perdebatan yang sangat intens yang kemudian melahirkan rumusan yang dianggap paling tepat untuk menjadi dasar negara Indonesia yang majemuk.

Jumlah peserta Reuni 212 yang datang tidak akan pernah bisa dikonfirmasi karena masing-masing pihak punya versi masing-masing.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

X Close