Revisi Permendag 50/2022 Diharapkan tak Jadi Bumerang Bagi UMKM
jpnn.com, JAKARTA - Ketua Umum Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA), Bima Laga meyakini, industri e-commerce akan tetap tumbuh.
Terlebih, digitalisasi yang kian masif telah memberikan dampak positif bagi pertumbuhan industri e-commerce.
Berdasarkan laporan yang diserahkan oleh beberapa big player e-commerce, Bank Indonesia (BI) telah memprediksi nilai transaksi digital, tidak hanya e-commerce tetapi juga platform online travel agent (OTA), tahun ini akan menembus Rp 700 triliun.
"Menurut data Google dan Temasek untuk ekonomi digital secara keseluruhan tahun 2023 diprediksi bisa menyentuh Rp 1.100 triliun jadi ada gap Rp 400 triliun itu untuk semua ecommerce," ujar Bima Laga dalam diskusi Urban Forum bertajuk "Peran Ekonomi E-commerce: Tantangan, Peluang dan Kebijakan" di Jakarta, Selasa (7/3).
Sementara terkait regulasi e-commerce seperti Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 50 Tahun 2020 yang sedang dalam proses revisi, Bima menyetujui asalkan hal ini bertujuan untuk melindungi pelaku UMKM di Indonesia yang go digital dan masuk ecommerce.
Sementara itu, terkait rencana penunjukan platform e-commerce sebagai pemungut, pemotong, dan pelapor pajak UMKM, Bima menjelaskan bahwa sangat penting untuk menerapkan aturan yang equal playing field bagi seluruh platform online.
“Ekosistem yang ditunjuk dan dipungut itu adalah memang ekosistem yang adil dan equal playing field. Kami tidak ingin nanti player-player yang tadinya berjualan di anggota ekosistem tetapi ada beberapa player yang tidak bisa diterapkan sehingga terjadi migrasi atau penjualan yang tidak adil," sebutnya.
Di sisi lain, Wakil Ketua KADIN bidang Kewirausahaan Dewi Meisari Haryanti menuturkan lebih baik industri ecommerce dibiarkan untuk berdinamika dahulu selama 3-5 tahun ke depan mengingat ecommerce merupakan industri yang baru bertumbuh.