Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Revisi PP 109/2012 Diyakini Tidak Efektif Menurunkan Konsumsi Perokok

Selasa, 13 Juli 2021 – 20:19 WIB
Revisi PP 109/2012 Diyakini Tidak Efektif Menurunkan Konsumsi Perokok - JPNN.COM
Ilustrasi asap rokok (Pexels)

jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah Republik Indonesia tengah didorong untuk menunjukan keseriusannya dalam menurunkan prevalensi perokok anak. Hal ini turut menjadi bagian dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, yang menargetkan penurunan angka perokok anak di bawah 18 tahun menjadi 8,7% di tahun 2024.

Target tersebut diusung oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang mendesak dilakukannya revisi Peraturan Pemerintah No. 109 tahun 2012 (PP 109/2012).

Usulan revisi tersebut antara lain berisi perluasan gambar peringatan kesehatan atau Pictorial Health Warning (PWH) pada kemasan rokok dari saat ini 40% menjadi 90%, pelarangan penggunaan bahan tambahan, memperketat pengaturan iklan, pelarangan kegiatan sponsorship dan promosi oleh perusahaan penghasil produk tembakau.

Menanggapi hal tersebut, Forum Diskusi Ekonomi Politik (FDEP) menggelar diskusi bersama perwakilan Kementerian Perindustrian Republik Indonesia, terkait peran pedagang rokok dalam menegakan larangan penjualan rokok kepada anak di bawah umur. Sebagaimana diketahui, hal ini merupakan salah satu poin utama yang diatur di dalam PP 109/2012.

Dalam riset yang dilakukan beberapa waktu lalu, lembaga riset IPSOS mengungkap bahwa 32% General Trade (pedagang rokok tradisional atau warung) sama sekali tidak tahu adanya peraturan larangan penjualan rokok kepada anak-anak, karena mereka tidak pernah mendapat sosialisasi pemerintah tentang aturan tersebut.

Sebagian menyimpulkan larangan itu hanya berlaku bagi pelanggan rokok, dan bukan untuk pedagang. Bahkan, pedagang rokok tradisional tersebut juga mengira bahwa produk rokok dapat diperjualbelikan kepada siapa saja, selama rokok tersebut legal.

Ketika dilakukan kajian lebih lanjut mengenai pernah atau tidaknya para pedagang ini menjual rokok kepada anak, 34% mengaku pernah melakukan dengan asumsi bahwa rokok tersebut untuk kebutuhan orang dewasa, atau orang tua sang anak.

Asumsi tersebut didasari pada pembelian rokok dalam bentuk kemasan utuh, dan bukan eceran. Diantara mereka juga mengungkapkan, bahwa jika mereka melarang pembelian oleh anak, hal ini akan berpengaruh pada berkurangnya pendapatan.

Pemerintah Republik Indonesia tengah didorong untuk menunjukan keseriusannya dalam menurunkan prevalensi perokok anak

Sumber Antara

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News