RUU Perfilman Dinilai Langgar HAM
Jumat, 04 September 2009 – 20:09 WIB
Pendapat yang sama juga disampaikan oleh Amir Efendi Siregar. Dia menilai, kegiatan perfilman pada prinsipnya sama dengan pers, surat kabar, majalah dan buku. "Maka harusnya sama sekali tidak memerlukan izin usaha perfilman. Izinnya sudah melekat pada saat ia mendirikan perusahaan, sesuai dengan UU No 40/2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan peraturan pelaksanaannya," terangnya.
Mengacu pada UU No 40/2007, seharusnya lembaga sensor film juga tidak ada lagi. Itu karena sensor dan lembaga sensor adalah ciri negara otoriter. "Negara-negara demokrasi di dunia lebih menggunakan Badan Klasifikasi sebagai usaha melakukan perlindungan terhadap penonton, khususnya anak-anak. Jadi bukan Lembaga Sensor Film," imbuhnya.
Sedangkan Hinca Panjaitan, menilai bahwa RUU Perfilman ini telah menabrak secara horisontal UU yang sudah ada, misalnya UU Anti Monopoli, UU Kearsipan, UU Hak Cipta, serta UU Kebebasan Memperoleh Informasi Publik (KMIP). "Saya mendesak agar Komisi X DPR jangan buru-buru mengesahkan RUU ini menjadi Undang-Undang," harapnya, sembari menambahkan bahwa dari draft RUU yang terdiri dari 89 pasal itu, hanya pasal 1 hingga pasal 5 yang bagus - sisanya pasal 6 sampai 89 sebagian besar buruk.