RUU Pertanahan Tidak Mendukung Pelestarian Hutan
“Nah, agenda reforma agraria Jokowi tidak menemukan jalannya karena menterinya saling berantem dalam RUU Pertanahan yang tidak menyelesaikan konflik tenurial,” tambah made Ali.
Lalu pasal 33 ayat 6 berbunyi; Dalam hal Tanah 20% (dua puluh persen) dari luas Tanah yang diberikan tidak tersedia dari bagian tanah hak guna usaha yang dimohon atau tidak tersedia di lokasi lain yang memungkinkan masyarakat sekitar dapat mengusahakan maka dapat diberikan dalam bentuk lain yang ditetapkan oleh Menteri
Bentuk lainnya apa? Ini luar biasa kewenangan Menteri ATR/Kepala BPN. Jika tak tersedia dia bisa berikan dalam bentuk lain. Korporasi diberi kemudahan oleh menteri atr bpn, ini berbahaya dan membuka peluang korupsi karena dalam bentuk lain bisa saja berasal dari permintaan korporasi. Dan ini bisa transaksional.
Ketiga, pemaksaan melegalkan kejahatan kehutanan atau menghilangkan tindak pidana kehutanan bisa dilakukan dengan status HGU dari Menteri ATR dan BPN (lihat pasal 146 dan 33). Menteri ATR/Kepala BPN dapat mengampuni kejahatan kehutanan korporasi sawit.
Deforestasi Besar-besarn
Dalam penelaahan lain kata Made Ali, Jikalahari menemukan bila RUU Pertanahan menjadi UU dampaknya akan terjadi deforestasi besar-besaran dengan cara melakukan pembakaran hutan dan lahan serta melegalkan kejahatan kehutanan 378 korporasi sawit yang lahannya kembali terbakar sepanjang 2019 hingga 6 juta warga Riau kembali terpapar polusi asap.
“Anda bayangkan 1,8 juta kawasan hutan anggaplah hutan alam tersisa 1 juta hektare, lahan seluas itu akan segera digunduli oleh korporasi. Lalu dibakar karena biayanya murah. Habitat flora dan fauna yang selama ini hidupnya di hutan alam, mereka akan punah secara cepat,” ujar Koordinator Jikalahari, Made Ali, Selasa (13/8) menanggapi RUU Pertanahan.
Made Ali mengingatkan, jika ini terjadi, Presiden Jokowi telah melanggar sendiri komitmen berupa moratorium sawit, moratorium hutan.