RUU Sistem Pengupahan Harus Jadi Solusi Berorientasi Daerah
jpnn.com, MAKASSAR - Kompleksitas persoalan pengupahan di daerah telah menjadi problem menahun seiring dengan terjadinya benturan kepentingan antara pekerja dan pengusaha.
Komite III DPD RI berupaya menyelesaikan problematika pengupahan melalui kebijakan yang menyajikan solusi komprehensif berorientasi daerah.
Diskusi ini mewarnai Kegiatan Seminar Uji Sahih RUU Sistem Pengupahan yang diselenggarakan Komite III DPD RI di Universitas Islam Alauddin Makassar ( 18/07/2017).
Dalam kegiatan Seminar Uji Sahih RUU Sistem Pengupahan, Pimpinan Komite III, Fahira Idris SE, MH mengungkapkan persoalan pengupahan telah menjadi bagian masalah hubungan industrial dan ketenagakerjaan.
Fakta temuan di lapangan, implementasi peraturan perundangan pengupahan belum menciptakan iklim yang kondusif dan seimbang antar stakeholders yaitu pekerja, pemberi kerja dan pemerintah.
Sampai saat ini, masih terdapat persoalan di daerah berkaitan tuntutan pekerja yang disertai aksi demonstrasi. Setiap tahun, dalam perayaan May Day selalu menjadi kesempatan Serikat Pekerja untuk menyampaikan aspirasi berkaitan permasalahan buruh.
Persoalan pengupahan di daerah lainnya yaitu : daya tawar tenaga kerja yang tidak berimbang dengan lapangan pekerjaan, mutu tenaga kerja yang rendah, ketidaksesuaian upah dengan standar Kebutuhan Hidup Layak, upah minimum daerah, revisi PP Nomor 78 tahun 2015, pengawasan tenaga kerja asing, tantangan teknologi digital terutama pekerja online/daring, tuntutan produktivitas, dan daya saing perusahaan.
“Kehadiran rumusan Rancangan Undang-Undang Sistem Pengupahan secara strategis bertujuan untuk mewujudkan kebijakan terpadu yang memberikan jaminan kepastian hukum, perlindungan, dan kelangsungan usaha yang berdampak pada perekonomian nasional,” ungkap Fahira Idris.