Sabet Adiwiyata hingga Green School Award
Di situ juga sudah tidak ada penggunaan plastik. Sampah yang bersifat merugikan itu tidak diperbolehkan berada di area kantin. ”Tidak ada gelas plastik. Pakai gelas biasa. Begitu juga bungkus makanan. Memakai kertas,” jelas bapak satu anak tersebut.
Air limbah dari kantin juga dimanfaatkan siswa. Mereka mengolahnya untuk menyiram tanaman. Tiap dua minggu sekali, dinkes dan puskesmas juga memantau jajanan di sekolah tersebut.
Terbukti bersih dan sehat, predikat sebagai kantin sehat akhirnya disematkan pada kantin SMPN 11. Pada peringatan HUT Ke-721 Surabaya beberapa waktu lalu, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini memberikan penghargaan kepada sekolah itu.
Di antara semua upaya tersebut, yang paling sulit memang mengubah kebiasaan siswa. Harto mengatakan, dibutuhkan waktu tiga tahun untuk membuat siswa ikut peduli terhadap lingkungan. Kini boleh dibilang satu per satu inisiatif untuk membuat lingkungan sehat datang dari siswa.
Misalnya, memanfaatkan limbah air wudu untuk water treatment. Siswa juga membuat kolam lele. Limbahnya dipakai untuk menyirami tanaman. Hasil budi daya lele dipakai untuk membuat abon dan pentol lele. Produk itu lalu dijual. Hasil penjualan digunakan untuk membiayai serangkaian kegiatan OSIS.
Di sebelah kolam lele, berdiri green house. Aneka tanaman ada di sana. Semua tanaman di situ bisa dimanfaatkan siswa. Bahkan, para siswa juga memanfaatkan kulit telur ayam sebagai pupuk tanaman.
Harto berharap perubahan tersebut bisa memotivasi sekolah pinggiran lainnya untuk berkreasi. Memang tidak mudah. Tapi, dia yakin sekolah pinggiran pun tetap bisa berprestasi. (Titik Andriyani/c6/dos)