Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Saharuddin Daming, di Tengah 'Kegelapan' Raih Doktor Bidang Hukum

Sang Wali Kelas Hanya Anjurkan Kursus Pijat

Jumat, 20 Februari 2009 – 05:58 WIB
Saharuddin Daming, di Tengah 'Kegelapan' Raih Doktor Bidang Hukum - JPNN.COM
Kampus Universitas Hasanuddin, Makassar. Foto: unhas.ac.id

jpnn.com, JAKARTA - Kendala penglihatan tak menghalangi Saharuddin Daming meraih karir tinggi dan prestasi bidang pendidikan. Anggota Komnas HAM itu mengklaim sebagai tunanetra pertama di Indonesia yang meraih gelar doktor ilmu hukum.

NAUFAL WIDI A.R., Jakarta

BERBEDA dengan ruang kantor pada umumnya, di meja kerja sebuah ruang di lantai III Kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Jalan Latuharhary, Menteng, Jakarta Pusat, itu hanya ada sebuah pesawat telepon. Tak ada tumpukan buku atau surat kabar, apalagi buku agenda untuk mencatat aktivitas. Maklum, Saharuddin Daming, si empunya ruangan, memang tak membutuhkan semua itu. Dia tak bisa melihat alias tunanetra.

"Sehari-hari saya ditemani staf khusus. Dia yang membantu saya dalam setiap pekerjaan," kata Saharuddin yang tercatat sebagai anggota Subkomisi Pendidikan dan Penyuluhan Komnas HAM.

Saat ditemui Jawa Pos, Udin –panggilan akrab Saharuddin Daming– memang sedang ditemani staf khusus, Noval. Sang asisten yang membantu berbagai urusan Udin sedang melakukan aktivitas di depan layar komputer. Beberapa hari terakhir ponsel Udin dan telepon meja itu sering berdering. Maklum, baru 5 Februari lalu dia meraih gelar doktor bidang hukum di Universitas Hasanuddin, Makassar. "Saya tunanetra keempat yang meraih prestasi tertinggi dunia akademik. Tapi, yang pertama di bidang hukum dan dari kalangan nonedukatif," kata pria kelahiran Pare-Pare, Sulsel, 28 Mei 1968 itu.

Ditanya tentang kunci sukses meraih gelar doktor, Udin tampak merendah. Dia mengakui bahwa istrinya, Yayi Zaitun Asdi, berperan besar dalam membantunya meraih gelar magister dan doktor. Yayi yang adik tingkatnya saat menempuh studi S-1 itulah yang terus memacu semangat dirinya. "Dia yang selalu membacakan bahan-bahan disertasi saya. Hanya yang penting-penting yang menggunakan perekam," kata Udin.

Bukan hanya istri, beberapa kolega dan asisten khusus di Komnas HAM juga ikut membantunya. Berkat dukungan orang-orang terkasih itulah, disertasi berjudul Paradigma Perlakuan Negara terhadap Hak Penyandang Cacat dalam Penyelenggaraan Pemilu di Indonesia itu akhirnya rampung. "Dalam keseharian saya memang tidak pakai (huruf) Braille, karena berusaha menunjukkan dalam konstelasi yang umum," kata Udin.

Sukses Udin meraih gelar doktor itu seperti mengulang pengumuman lolosnya dia menjadi anggota Komnas HAM. Saat itu, 21 Juni 2007, dia yang sedang berada di kota kelahirannya terperanjat dan sulit percaya. "Baru yakin setelah dibuktikan running text TV yang ditayangkan secara berulang," urainya.

Sukses itulah yang membuat ucapan selamat terus mengalir dari kerabat dan kolega. "Karena dikirim secara bersamaan dan cukup banyak, dua ponsel saya sampai hang karena kebanjiran SMS," katanya.

Kendala penglihatan tak menghalangi Saharuddin Daming meraih karir tinggi dan prestasi bidang pendidikan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News