Saiful Diseret Ibunya, Teriak Minta Ampun Tetap Dihajar
"Monggo pinarak (mari silahkan), di sini saja dengan saya, dia (Marliyat) masih belum bisa diajak bicara, nanti pasti menangis," kata Marsilan, kakak kandung Marliyat saat wartawan Radar Malang (jawa Pos Group) datang siang kemarin.
Rumah Marsilan yang juga pakde Saiful berhadapan dengan rumah Marliyat. Meski raut wajahnya terlihat keras, rona kesedihan tak bisa disembunyikan olehnya. Saat berbincang, beberapa kali mata pria 50 tahun ini terlihat berkaca-kata dan suaranya bergetar. "Sehari-harinya dia (Saiful Anwar) ya ada di sini, biasanya main dengan anak saya, mereka seusia," kata Marsilan.
Marsilan menceritakan bahwa insiden pemukulan yang dilakukan Ani Masrifah kepada putra kandungnya itu bukan kejadian pertama. "Sudah sering seperti itu, jadi kami juga sudah tidak kaget," sambungnya.
Sambil mengingat-ingat, pria yang sehari-harinya bekerja sebagai buruh serabutan itu mengatakan bahwa peristiwa naas berujung maut tersebut terjadi Selasa (19/6) sekitar pukul 17.30.
"Waktu itu sudah maghrib, saya lihat korban diseret oleh ibunya ke dalam rumah dari depan pintu, dia (Saiful) sempat pegangan kursi setelah itu saya tidak tahu karena pintunya langsung ditutup ibunya," beber Marsilan.
Marsilan pun sempat mendengar teriakan Saiful. "Ampun buk, ampun buk, anaknya teriak begitu, saya ingin menolong tapi sebelum-sebelumnya kalau ada kerabat yang ikut campur pasti disatru (didiamkan) oleh Ani," sambungnya.
Dari suara benturan yang dia dengar, Marsilan memperkirakan keponakannya itu tidak dipukul dengan tangan kosong. Benar saja, dari hasil penyidikan di Unit PPA Polres Malang tersangka mengaku memukul putranya dengan gayung.
"Kurang lebih 15 menit tangisannya (SA) keras, lalu berhenti, tidak lama kemudian dia kembali menangis kencang sambil minta ampun," ungkap Marsilan.