Sainah Jualan Bakso Tusuk, Omzet Bisa Rp 150 Juta per Bulan
Setelah gempa 27 Mei 2006 lalu, Sainah mengaku kondisi rumahnya sangat memprihatikan. Listrik belum ada, sumur termasuk tempat untuk mandi cuci kakus.
Bersama sang suami, mereka mau bekerja apapun. Mulai dari tukang, buruh, kuli, juga pencari barang rongsokan. Apapun pekerjaannya dia lakoni demi mencukupi kebutuhan keluarganya.
”Kondisi keluarga sangat memprihatikan. Beras sering dapat dari tetangga sekitar,” kenang Sainah lagi.
Mencoba hal baru, Sainah memutuskan untuk menjual tempura sosis. Caranya dia membayar modal setelah habis penjualannya. Uang tersebut dikumpulkan tanpa diutak-atik. Hasilnya dia bisa balik modal dan mengembangkan usahanya kecil-kecil. Caranya diia menjajakannya ke sekolah-sekolah dan keliling ke desa.
Tapi ternyata usaha sosis tempura tidak berjalan lama. Saat tren turun, omset pun anjlok. Sehingga Sainah memutuskan untuk mencari peluang usaha baru. ”Dari situ terbenam ide saya membuat bakso tusuk dengan sambal, yang belum ada di desa ini,” ungkapnya.
Ada ide tapi belum punya modal, pada 2009, Sainah memberanikan diri untuk bergabung sebagai anggota Program Keluarga Harapan (PKH). “Selang satu bulan saya diterima dan dipinjami modal sebesar Rp 1 juta,” bebernya.
Dari dana Rp 1 juta itu Sainah menggunakannya dengan sangat hati-hati. Termasuk saat belanja kebutuhan membuat bakso. ”Beli adonan bakso di pasar sebesar 40 ribu. Yang 500 ribu digunakan untuk angsuran freezer. Sisanya di tabung,” ungkapnya.
Dari modal Rp 40 ribu, dagangan habis selama tiga hari dan hasilnya Rp 80 ribu. ”Bumbunya sudah saya resep sendiri. Bakso di cocol sambal,” tutur Sainah.