Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Samarinda Toraja

Oleh Dahlan Iskan

Sabtu, 12 September 2020 – 18:08 WIB
Samarinda Toraja - JPNN.COM
Dahlan Iskan. Foto: Ricardo/JPNN.com

Arief pilih kerja. Kenapa?

"Karena pilihan "kerja"' diucapkan ayah yang pertama. Maka saya jawab pilih kerja," ujar Arief. "Saya tahu maksud ayah mengapa kata kerja' diucapkan sebelum kata 'kuliah'," tambahnya. "Dan lagi kuliah kan masih bisa nanti-nanti," katanya.

Sang ayah lantas mengirim anak umur 18 tahun itu ke Poso. Di sana Arief diminta belajar kopra kepada teman dagangnya: Haji Rauf Lasahido.

Setelah tujuh hari naik kapal –lewat Makassar, Kendari, Buton, dan Luwu– Arif tiba di Poso. Ia menempati satu kamar di rumah Haji Rauf yang besar.

Haji Rauf adalah pemilik kebun kelapa terbesar di Sulteng. Seingat Arief, sekitar dua pertiga kebun kelapa di sana adalah milik Haji Rauf.

Sulteng memang pusat kopra di Indonesia. Dari sini pula orang seperti Eka Tjipta Widjaya –sebelum menjadi konglomerat– mendapat dagangan kopranya.

Selama ''magang'' di Haji Rauf, Arief bisa mengumpulkan 2.000 ton kopra. Harga di sana Rp 18/kg, tapi Arief ingin menyikat habis seluruh kopra yang ada.

Ia memberi harga lebih menarik: Rp 22/kg. Semua kopra pun lari ke Arief.

Ia merasa perjalanan bisnisnya begitu baik. Itu pasti berkat dari Tuhan. Makanya ia ingin mengembalikan sebagian hasilnya kepada Tuhan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News