Samuel Mencoba Lari, Diberondong KKB, Kena Perut dan Kepala
Ia mengetahui risiko suaminya yang bekerja di Papua memang rawan konflik. Dia juga merasa berat melepas kepergian suaminya saat berangkat ke provinsi paling timur di Indonesia tersebut. Namun, demi membiayai ketiga anaknya yang sudah sekolah dan satu masih berusia tiga tahun, dia rela melepaskan. Anak pertama korban duduk di SMA, anak kedua di SMP, dan anak ketiga kelas 6 SD
Terakhir, suaminya menelepon pada 14 Oktober lalu saat turun ke Wamena. Sebab, saat berada di lokasi kerja proyek jalan trans-Papua tak ada sinyal menelepon. Adapun pesan singkat terakhir dari almarhum adalah berpesan kepada dirinya untuk menjaga anak-anaknya.
“Kamu (istri) jangan sampai berpisah dengan anak-anak. Harus bersama-sama terus,” ucap Samuel yang mengirim pesan singkat ke Ludia pada 13 Oktober lalu.
Selain ke istrinya, pada waktu bersamaan, Samuel juga sempat mengirimkan pesan pendek ke anak pertamanya bernama Asdi. “Asdi, jaga adik-adikmu baik-baik jangan diganggu biar bapak tenang bekerja,” tuturnya.
Sementara itu, adik korban, Darmin Pakiding mengatakan, menurut informasi yang dia terima, saat kakaknya tertembak, anggota KKB mendatangi camp PT Istaka Karya. Seketika memaksa karyawan keluar dari camp lalu digiring ke jalan.
BACA JUGA: Saat KKB Melakukan Pembantaian, 4 Pekerja Ini Lari ke Hutan
“KKB menembak secara membabi buta. Bahkan ada yang pura-pura mati dan berusaha lari. Tapi tetap saja ditembak. Kakak saya juga sempat lari, tapi KKB langsung menembak hingga mengenai perut dan kepalanya. Akhirnya meninggal,” bebernya.
Dalam proyek jalan di Papua, Samuel merupakan kepala mandor. “Kakak itu cukup berpengalaman membangun jembatan. Termasuk Jembatan Kartanegara di Tenggarong yang runtuh dulu sempat pernah ikut bekerja,” ungkapnya. (*/rdh/adw/rom/k15)