Satu Meja Pakai Bahasa Inggris, Meja Lain Mandarin
Tidak lama, Evan memperlihatkan buku menu yang dibawanya sejak tadi. Dia menunjukkan beberapa menu yang tercantum di buku itu. Komunikasi antara Hendry dan Evan pun terjalin. Hanya sesekali Hendry terlihat bingung karena ada kosakata yang belum dipahami.
Perlahan-lahan, Hendry melihat menu-menu khas kafe, seperti aneka sajian kopi, roti isi, kentang goreng, dan lain-lain.
Pada waktu yang hampir bersamaan, ada pengunjung lain yang masuk ke kafe itu. Dia warga Tionghoa. Sepertinya, perempuan bernama Mey Ling tersebut sudah terbiasa datang ke kafe itu. Begitu masuk, dia langsung menemui Evi.
’’Ni hao ma (apa kabar, Red)?’’ kata Mey Ling sambil menjabat tangan Evi. Dua perempuan itu lantas bercakap-cakap dalam bahasa Mandarin. Suasana interaksi dengan berbagai bahasa pun terwujud di kafe tersebut. Hendry yang semula malu-malu berbahasa Inggris juga terlihat sudah biasa. Bahkan, dia mulai bercanda tawa dengan Evan yang berasal dari New York.
Pengalaman Hendry sangat menarik. Pasti banyak yang ingin merasakannya. Saat ini hampir semua orang pernah belajar bahasa Inggris. Namun, sedikit yang bisa mempraktikkannya. Salah satu kendala adalah kurangnya partner berkomunikasi dengan bahasa tersebut. Padahal, bahasa lebih luwes jika dipraktikkan, bukan dihafal.
Ide dan konsep tersebut dihadirkan Agus Saleh, 49. Pria kelahiran Surabaya itu awalnya prihatin dengan potensi masyarakat Indonesia yang belum tergali. Dia merenung arti pentingnya bahasa untuk kehidupan sehari-hari. ’’Tapi, masyarakat masih lemah di bidang itu,’’ ucapnya.
Agus tidak menyalahkan kurikulum pendidikan di Indonesia. Pengenalan bahasa asing dimulai sejak dini. Bahkan, TK sekarang sudah mengenal bahasa tersebut. Namun, praktik untuk mengucapkan, mendengarkan, dan menulis yang masih kurang. ’’Dari situ, muncul ide membuat tempat kongko-kongko dengan bahasa asing,’’ ujar Agus.
Di kafe itu, kata dia, siapa pun boleh masuk. Mereka yang fasih atau tidak dalam berbahasa Inggris bisa kongko-kongko di tempat tersebut. Yang grotal-gratul pasti banyak diam. Namun, dua pelayan itu akan terus mengajak ngobrol hingga akhirnya berani mengucapkan kata demi kata.