Sawah Tak Kering Lagi, Petani di 7 Desa Juwiring Klaten Kini Nikmati Irigasi Bendung Bagor
Ada juga kesepakatan untuk menangani keluhan petani secara swadaya dan gotong-royong dengan melibatkan tujuh desa. Pembentukan FRI itu dilegalisasi melalui peraturan bersama (Perkades) tujuh desa meliputi Desa Pundungan, Juwiring, Bulurejo, Kwarasan, Kaniban, Tanjung dan Bolopleret, untuk mengelola saluran irigasi secara kolaboratif.
”Dalam perkades bersama itu dituangkan banyak hal. Salah satunya agar setiap desa menerima hak masing-masing dalam pengelolaan saluran irigasi, termasuk melakukan pembersihan sedimen dan sampah di saluran irigasi primer, sekunder dan tersier. Hal itu untuk memastikan air dapat terdistribusi dengan baik hingga ke wilayah hilir yang memiliki panjang 3,6 kilometer,” tukasnya.
Di sisi lain, dalam perkades itu juga menyebutkan agar masing-masing desa memberikan stimulan kepada FRI setiap tahunnya. Hal itu untuk mendukung dalam pengelolaan saluran irigasi yang melintasi 7 desa tersebut. “Kini petani tidak lagi khawatir tidak kebagian air untuk mengairi lahan pertaniannya di musim kemarau sekalipun,” katanya.
Sebenarnya, kata Sumartono, sebelumnya sudah terbentuk Paguyuban Petani Pengguna Air (P3A) yang mengelola irigasi di tingkat desanya masing masing dan Gabungan Paguyuban Petani Pengguna Air (GP3A) dari tujuh desa yang sudah berjalan puluhan tahun.
Namun, menurutnya, di dalamnya memang hanya berisikan petani pengguna air saja. Apalagi selama ini banyak persoalan yang terjadi di tingkat desa. Di mana, desa sendiri tidak mengurus saluran air tersiernya atau petak-petak sawah. Akibatnya, suplai air dari saluran induk sangat kecil karena petaninya malas untuk mengurus dari saluran irigasi.
Dia mencontohkan Desa Bulurejo yang semula wilayahnya saat musim hujan saja harus menyedot air dengan pompa untuk mengairi persawahannya. Banyak petak-petak sawah yang kering karena kekurangan air. Begitu juga dengan Desa Kaniban yang saluran tersiernya banyak yang tersumbat dengan sampah sehingga air tidak bisa mengalir ke petak-petak sawah.
“Namun, sejak terbentuknya FRI, saat musim kemarau saja hanya sedikit petani di Desa Bulurejo yang menyedot air dengan pompa. Kemudian di Desa Kaniban, para petaninya juga sudah mulai membersihkan saluran tersier. Selain membersihkan sedimentasi, 4kami juga memperbaiki plengseng yang ambrol supaya lebih kuat dan fungsional. Artinya, FRI yang baru hampir dua tahun berdiri, hasilnya sudah dirasakan para petani,” ucapnya.
Agus Riyono, anggota FRI dari P3A Desa Bulurejo menambahkan saat ini sudah 90 persen persawahan di desanya yang terairi dari sebelumnya hanya 15 persen saja.