SBY 'Berkelahi' dengan Jurus Sendiri
Senin, 17 November 2008 – 12:54 WIB
Mengapa? Karena kredit-kredit gagal bayar itu sudah dimasukkan dalam paket-paket dengan kemasan bagus. Meski isinya busuk, bungkusnya indah dan menggoda. Apalagi, yang membungkus itu perusahaan-perusahaan dengan reputasi kelas satu: ratingnya AAA. Sangat tepercaya. Siapa yang tidak percaya Lehman Brothers dan sebangsanya itu. Semua ratingnya AAA. Sebuah rating tertinggi.
Di Indonesia perusahaan yang ratingnya AAA tidak banyak (Misalnya, PT HM Sampoerna, PT Telkom, Bank Danamon, Bank Rakyat Indonesia, dan PT Summit Oto Finance, Red). Jawa Pos dua tahun lalu ratingnya hanya A- (A minus), dan baru tahun lalu jadi A. Masih harus bekerja keras lagi untuk bisa menjadi ke A+, lalu AA-, AA, AA+. Entah berapa puluh tahun lagi bisa jadi AAA. Entah kerja keras seperti apa lagi untuk bisa mencapai itu.
Bahkan, negara Indonesia, yang tidak pernah gagal bayar utang, yang selalu tumbuh dengan baik, yang pengelolaan keuangannya dipuji bank dunia, yang meski secara politik masih sering ribut namun terbukti tetap stabil, hanya diberi rating B. Belum BB atau BBB. Masih jauh dari rating A, apalagi AA atau AAA.
Padahal, perusahaan-perusahaan yang membungkus jaminan-jaminan gagal bayar itu semua ratingnya AAA. Yang menjual bungkusan-bungkusan itu, AIG-nya Cassano, ratingnya juga AAA. Laporan keuangannya menunjukkan kemajuan yang pesatnya bukan main. Labanya juga selangit. Maka bank-bank Eropa menganggap kredit yang diberikan kepada Lehman Brothers dan lain-lain itu sangat aman. Karena itu, ketika ”membeli” bungkusan-bungkusan cantik tersebut, bank-bank Eropa tidak diwajibkan menambah modal penjaminan seperti yang diharuskan Basel II.
Transaksi ”bungkusan pepes kosong” CDS itu mencapai USD 562 miliar! Atau sekitar Rp 70.000.000.000.000.000. Bukan semua uangnya berasal dari bank-bank Eropa, namun terlalu banyak yang berasal dari Eropa. Itulah sebabnya, dalam pertemuan puncak 20 kepala negara di Washington kemarin, Eropa ingin sekali ”menghukum” AS. Yakni, dengan cara menetapkan persyaratan-persyaratan baru bagi perusahaan keuangan yang ingin melakukan bisnis keuangan dengan model yang rumit-rumit seperti itu.
Semangat tinggi Eropa untuk menghukum AS dengan sangat keras itulah yang diwaspadai Indonesia. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terus berkoordinasi dengan tim delegasi untuk membicarakan soal yang rumit ini: jangan sampai tujuan yang sebenarnya untuk menghukum AS itu negara seperti Indonesia ikut jadi narapidana.