SEA Games dan Pudarnya Dominasi Indonesia
Dhimam Abror DjuraidDi Labuan Bajo, Indonesia sekarang menjadi tuan rumah KTT ASEAN. Presiden Jokowi ingin menunjukkan kepemimpinan Indonesia di kawasan ini. Tetapi, sama dengan SEA Games, Indonesia hanyalah bayang-bayang masa lalu. Dominasi ekonomi, politik, dan olahraga menjadi kenangan masa lalu.
ASEAN berdiri pada 1967 di Bangkok. Presiden Soeharto menjadi penggagas berdirinya ASEAN sekaligus menjadi politikus paling senior dan paling dihormati oleh negara-negara anggota. Ketika itu, para pemimpin negara-negara Asia Tenggara adalah para pemimpin heavy weight, kelas berat, yang sangat berpengaruh di kawasannya maupun di dunia.
Selain Pak Harto, ada Perdana Menteri Singapura Lee Kuan Yew dan Perdana menteri Malaysia Mahathir Mohamad. Di antara para pemimpin itu, Pak Harto paling didengar pendapat dan pandangan-pandangannya.
Ketika itu, Pak Harto baru saja dilantik sebagai presiden Republik Indonesia setelah menghancurkan gerakan PKI yang mencoba merebut kekuasaan melalui kudeta. Singapura baru saja merdeka dan Lee Kuan Yew juga dikenal sebagai pemimpin yang sangat anti-komunis. Sepanjang perjuangannya membentuk Singapura, Lee Kuan Yew bertarung keras dengan orang-orang komunis Singapura yang didukung oleh Tiongkok.
Malaysia di bawah Teuku Abdurrahman juga sangat khawatir akan serangan kelompok komunis yang sangat agresif. Pemberontakan komunis dari wilayah-wilayah pinggiran Malaysia menjadi ancaman yang konstan bagi Negeri Jiran yang baru menerima kemerdekaan dari penjajah Inggris.
Dalam semangat anti-China dan anti-komunis itulah ASEAN didirikan. Deklarasi Bangkok 5 Agustus 1967 menjadi landasan berdirinya ASEAN dan tujuan utama adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial, dan pengembangan kebudayaan, meningkatkan perdamaian dan stabilitas regional.
Tak sebatas menjadi pelopor, Pak Harto juga menyediakan fasilitas yang diperlukan untuk organisasi ini menjalankan roda organisasi. Pada KTT ke-1 ASEAN yang berlangsung di Bali pada 1976 disepakati untuk menjadikan Jakarta sebagai kedudukan sekretariat ASEAN. Maka dibangunlah gedung sekretariat ASEAN di Jalan Sisingamangaraja, Jakarta yang diresmikan oleh Pak Harto pada 9 Mei 1981.
Dalam berbagai kesempatan Pak Harto memperlihatkan kesungguhannya dalam mendorong solidaritas ASEAN. Salah satunya adalah ketika KTT ke-3 ASEAN hendak digelar di Manila, sementara situasi keamanan Filipina yang kala itu dipimpin oleh Ny. Corazon Aquino kurang kondusif sehingga menimbulkan keraguan di antara para pimpinan ASEAN. Pak Harto memutuskan untuk tetap hadir ke Manila dan meyakinkan semua kepala negara ASEAN untuk hadir. Mereka pun kompak hadir bersama Pak Harto.