Sebuah Penggalan Masa Lalu yang Megah dan Kukuh
jpnn.com - SANGAT bersyukur saya berkesempatan mengunjungi Kamboja dan Vietnam dalam kurun waktu lima hari.
---------------
Ira Kurniasari, Wartawan Jawa Pos
---------------
PENERBANGAN dari Surabaya ke Siem Reap disela dengan transit dua jam di Kuala Lumpur. Pukul 14.20 pas saya mendarat dengan selamat di kota yang dapat ditempuh selama enam jam dari Phnom Penh, ibu kota Kamboja, tersebut.
Kesan pertama mengenai Siem Reap: gersang! Dari jendela pesawat, kota ini begitu berpasir merah. Angin sedikit panas menyambut ketika saya turun dari pesawat melangkah menuju bandara, kira-kira 34 Celsius. Belum lagi petugas yang galak-galak.
Setelah cap empat jari dan satu jempol di tangan kanan-kiri, saya pun melaju dan merasakan keadaan Siem Reap yang sesungguhnya. Bandara internasional itu sepi dari keramaian. Cuma ada empat tenant SIM card dan satu gerai yang mengurusi transportasi.
Saya nggak tertarik dengan SIM card, mengingat hostel tempat saya menginap bakal joss internetnya. Lagi pula, internet bikin kita tidak membaur dengan orang lain.
Nah, gerai transpor itu membantu saya mencari transpor yang enak untuk perjalanan dari bandara ke hostel. Akhirnya, saya diantarkan ojek. Mereka bilang, motor ride. Biayanya 2 dolar Amerika. Bapak ojeknya bernama Suviet. Orangnya baik. Bukan tipe sok kenal, ya pertanyaannya tipis-tipis gitu. Kamu dari mana, mau kemana, berapa lama di Siem Reap. So-so lah. Saya juga nggak suka banyak bicara.
Di perjalanan menyusuri daerah yang banyak pasir dan lumayan sepi itu, saya sempat melihat ada polisi yang sembunyi dan menilang pengendara perempuan tanpa helm. Ah, sama saja.
Betewe, di obrolan singkat itu, Suviet berminat mengantarkan saya keliling Angkor Wat besok harinya (28/6). Sempat berunding, saya pun setuju dengan 20 dolar Amerika untuk dua hari. Ok, sip. Transportasi besok sudah ada.