Sedap… Kepiting “Borneo†Dandito Merayap ke Jalan Kuta Bali
jpnn.com - BALI – Siapa yang tidak kenal kepiting Dandito, Balikpapan, Kalimantan Timur? Persisnya di Jalan Marsma R Iswahyudi 72? Dari 193 ulasan di TripAdvisor seputar restoran di Balikpapan, restoran spesialis kepiting lada hitam dan lemburi bercangkang lunak itu menempati ranking 2, setelah Ocean’s Restoran. Bagi orang Balikpapan, Jakarta dan Surabaya, resto kepiting itu cukup dikenal. Kini, restoran milik Rudy Setiawan itu merambah ke Pulau Dewata, Jalan Raya Kuta No 47, Badung, Bali.
Tempatnya nyaman, bahkan jauh lebih nyaman dari tempat awal berdirinya di Balikpapan sana. Ceilingnya tinggi, sehingga sirkulasi udara di dalam resto itu mengalir dan aroma masakan tidak sampai menempel di baju dan rambut. Halamannya lumayan besar, bisa muat banyak mobil. Di tepian jalan juga bisa parker parallel, aman dan longgar.
Di belakang masih ada teras, ruang terbuka, open space, gemericik kolam ikan koi dengan pohon kamboja di tengahnya. Di ujung bangunan paling belakang ada joglo ala Bali, untuk memberi kesempatan pada wisatawan yang masih ingin menikmati udara Bali. Desain interiornya agak unik, menonjolkan budaya Dayak, dan kental bernuansa Borneo. Mungkin ini disesuaikan dengan sejarah Dandito yang besar dari Balikpapan, Kaltim?
“Betul. Bahkan pakaian pada pramusaji, dan semua yang bertugas di restoran setiap hari menggunakan rompi khas Dayak. Kuliner dan restoran itu kan pariwisata, jadi harus unik, ada unsur budaya nusantara, agar punya deferensiasi maka corak Dayak yang kami pilih,” ujar Rudy Setiawan.
Menpar Arief Yahya jika hanya punya waktu superpendek, misalnya berangkat dari Jakarta pagi, pulang lagi malam, ada beberapa pilihan restoran yang disambangi. Restoran Dandito di Raya Kuta, Ayam Taliwang di Jalan Teuku Umar, Bebek Tepi Sawah di Ubud atau beberapa tempat di Kuta, Ayam Betutu di dekat Bandara Ngurah Rai, Bebek Bengil, dan jika sampai malam nongkrong di Jimbaran Seafood. "Ada banyak tempat lagi, Bali itu juga jadi surganya kuliner," ujar Arief.
Saat kunker pekan lalu, Menpar hanya sempat mampir di dua resto saja. Pagi mendarat langsung ke Ayam Taliwang, sore menjelang pulang Jakarta mampir ke Kepiting Dandito. Apa kesannya? “Enak banget! Coba deh kepiting lada hitamnya, lidah saya cocok. Dan saya coba berulang-ulang di waktu yang berbeda, rasanya konsisten, enak! Saya bukan ahli kuliner, tapi lidah saya tidak terlalu ekstrem berbeda dari khalayak umum. Lada hitamnya enak!” ujar Arief Yahya berkali-kali.
Di mana enaknya? Menurut Mantan Dirut PT Telkom ini, pertama bumbu lada hitamnya. Pedasnya agak awet dan landai di mulut. Tapi bukan pedas cabe rawit, yang ngetrail, langsung jumping dan membakar mulut sampai melelehkan air mata dan keringat di dahi. “Pedasnya pas, untuk ukuran saya,” kata Arief yang ke mana-mana, di setiap kota selalu mencari kuliner khas yang hendak dipromosikan sebagai atraksi pariwisata itu.
Pedas itu, kata dia, berasal dari lada hitam dan jahe merah. Kepiting, jika direbus di mana-mana rasanya sama. Semua orang bisa membayangkan, seperti apa rasanya. Yang membedakan adalah ramuan dan komposisi bumbu-bumbunya. Di situlah yang bisa dikunci sebagai kekayaan intelektual, jika hendak didaftarkan di HAKI.