Sejarah Panjang Masjid Kembar Menara Tunggal di Desa Banyumulek
Pembangunan Masjid Silaturrahmi akhirnya terlaksana. Masyarakat setempat mulai terbelah dan berkotak-kotak. Karena rasa ego yang sudah tidak ketulungan, bahkan sampai menyesar ke dalam keluarga. Dalam satu keluarga misalnya ada yang merupakan jamaah Masjid Silaturrahmi, ada juga jamaah Masjid Nurul Badiah.
Kondisi ini terus berlangsung dari tahun ke tahun. “Persaingan” menjadi-jadi. Suara azan dikumandangkan di dua masjid dalam waktu bersamaan. Tidak hanya itu, Jamiludin menuturkan saat itu jamaah di kedua masjid juga sudah didoktrin bahwa masjid mereka lebih bagus.
”Saat ini, kedua masjid punya pengurus masing-masing. Bahkan jika masjid yang satu dicat, masjid satu lagi harus dicat juga,” tuturnya.
Perluasan dan perombakan kedua masjid terus dilakukan seiring dengan bertambahnya jamaah dan keterbatasan kapasitasnya. Tercatat beberapa kali proses perombakan terjadi, baik di Masjid Silaturrahmi maupaun Nurul Badiah. Setiap kali Masjid Nurul Badiah dirombak, begitu pula Masjid Silaturrahmi pun harus direhab.
Karena tidak ada satupun pengurus masjid yang mengalah akhirnya, sekitar tahun 2001, H Jamiludin Hamid yang saat itu menjadi Ketua Ramaja berinisiatif mempersatukan jamaah. Ia mulai bersosialisasi kepada masing-masing pengurus masjid. Jangan dibayangkan saat itu mudah. Ia melakukannya dengan sabar dan penuh ikhtiar.
”Sudah sering memang mau dipersatukan tapi selalu mentok,” ceritanya.
Saat bersosialisasi kepada masing-masing pengurus ia menyampaikan niatannya ingin menjadi satu masjid sebagai pusat pembelajaran alias pondok pesantren. Kemudian satu lagi dijadikan sebagai masjid tempat beribadah. Kala itu, kedua pengurus setuju, namun kembali menjadi kendala tidak ada pengurus mau mengalah masjidnya dijadikan sebagai pusat pembelajaran agama.
”Di situ tidak ada mau mengalah. Sehingga akhirnya kita adakan rapat besar antar dua pengurus tahun 2002,” ujarnya.