Sel Mewah Novanto Bukti Pemberantasan Korupsi Tidak Serius
jpnn.com, JAKARTA - Sel mewah narapidana rasuah e-KTP Setya Novanto membuktikan pemerintah tidak serius membenahi dan memberantas pelaku korupsi. Hal ini terbukti setelah Ombudsman RI melakukan inspeksi mendadak di Lapas Sukamiskin, Bandung dan melihat sel mewah eks ketua DPR RI itu.
Direktur Voxpol Center Pangi Syarwi Chaniago melihat pemerintah dalam hal ini Kementerian Hukum dan HAM tidak secara serius membenahi fenomena Lapas Sukamiskin. Sebab, setelah OTT KPK yang menyeret Kalapas Sukamiskin Wahid Husein, fenomena mewahnya sel tahanan masih tetap terjadi.
"Iktikad adanya penjara untuk membuat efek jera tetapi faktanya tidak. Kamar sel tahanan Novanto itu buktinya," kata Pangi dalam diskusi 'Sel Mewah Setya Novanto' di kawasan Jakarta Selatan, Rabu (19/9).
Pangi menjelaskan, Lapas Sukamiskin bagaikan negara di dalam negara. Sebab, lapas itu diisi mantan Ketua DPR, sejumlah mantan kepala daerah, eks elite partai politik dan mantan hakim agung. Seharusnya, jika pemerintah serius, Lapas Sukamiskin diberikan atensi agar efek jera kepada koruptor bisa berjalan.
"Ini malah jaringannya makin kuat karena di situ lengkap, jejaring bisnis mereka makin tumbuh," paparnya.
Jika benar Presiden Joko Widodo serius memberantas korupsi seperti yang tertuang dalam Nawa Cita, lanjut Pangi, seharusnya Menkuhham Yasonna Laoly dicopot. Kemudian, tambah Pangi, menempatkan pelaku korupsi di pulau terpencil, yang tidak ada sinyal. "Supaya mereka (koruptor) ada efek jera," tegasnya.
Sementara itu, pengamat anggaran Uchok S Khadafi menilai fasilatas sel mewah datang bukan dari anggaran pemerintah, melainkan dari pribadi koruptor. "Karena tidak ada anggarannya, anggaran makan untuk napi saja terbatas," paparnya.
Uchok menilai, untuk memberi makan napi di dalam tahanan dalam kurun waktu setahun memerlukan anggaran Rp 7 miliar. Namun jika dirici secara detail, anggaran sebesar itu hanya mampu memberi makan napi seadanya.