Semangat Martha Christina Tiahahu dan Kolonialisme Modern
Oleh: Dipl.-Oek. Engelina Pattiasina, Direktur Archipelago Solidarity FoundationKekayaan rakyat Maluku beruapa rempah yang memiliki nilai ekonomis pada masa itu bukan sekadar menghasilkan penindasan, tetapi juga kolonialisme, di mana kekayaan rakyat diambil begitu saja tanpa memperhatikan kesejahteraan rakyat yang merupakan pemilik dari kekayaan alam.
Tentu, setiap zaman memiliki tantangannya sendiri. Era Martha Christina telah berlalu sekitar dua abad, tetapi ada satu pertanyaan sederhana, apakah praktik kolonialisme telah benar-benar berlalu atau justru praktik kolonialisme hadir dalam kemasan berbeda. Tetapi, pada intinya, kekayaan alam dikeruk sedemikian rupa, tetapi nyaris tidak menyisakan kesejahteraan bagi rakyat yang sesungguhnya merupakan pemilik kekayaan alam.
Praktik kolonialisme modern seolah hadir dengan eksploitasi kekayaan alam secara besar-besaran di bumi Maluku, tetapi Maluku tetap berada dalam keterpurukan dan kemiskinan.
Pada masa Kolonialisme asing begitu nyata dengan menguasai dan mengeksploitasi, sejatinya situasi saat ini tidak berbeda jauh, ketika kekayaan alam yang ada di laut dan sumber daya alam, seperti nikel, minyak dan gas bumi diambil begitu saja tanpa memikirkan nasib rakyat Maluku, yang sesungguhnya merupakan penghasil sumber daya alam.
Berbagai argumen bisa saja dibangun, bahwa semua itu baik-baik saja, karena memiliki kelengkapan dokumen dan administrasi, tetapi secara subtansi, persoalan ketidakadilan dalam pengelolaan sumber daya alam begitu nyata.
Sebab, masyarakat secara kasat mata menyaksikan, sumber daya alam itu dikuasai segelintir pemilik modal, yang seolah tak lelah mengeruk kekayaan dari bumi Maluku.
Salah satu contoh nyata, pengelolaan Blok Masela, seolah Blok Masela berada di wilayah hampa, sehingga berbagai kebijakan untuk pengembangan Blok Masela diambil secara sepihak tanpa melibatkan Maluku dan semua hanya mengacu kepada pengelolaan Migas merupakan kewenangan pusat dan semua memiliki argumen yang seragam soal kepemilikan modal.
Para pemangku kebijakan seolah lupa, modal terbesar itu berada di Maluku berupa sumber gas. Dan situasinya dibalik sedemikian rupa sehingga para pemilik seolah memiliki modal yang lebih besar dari potensi gas Blok Masela.