Semoga Tren Positif Neraca Perdagangan Terus Berlanjut
Tren peningkatan permintaan domestik memang selalu terjadi pada masa Ramadan. Di berbagai sektor, peningkatan bervariasi antara 30 sampai 70 persen.
”Kebutuhannya biasanya terpusat pada makanan minuman, produk tekstil jadi, industri percetakan, dan sebagainya,” tambah Shinta.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) Adhi S. Lukman mengakui ada peningkatan produksi dari industri mamin untuk persiapan lebaran. Bahkan, tren itu terlihat sejak Maret.
Berdasarkan pantauan pihaknya, peningkatan produksi mencapai 30 persen dari rata-rata produksi industri tiap bulan. Peningkatan produksi terutama terjadi pada produk-produk mamin yang dibutuhkan masyarakat ketika memasuki Ramadan dan saat merayakan Lebaran.
Sementara itu, Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Piter Abdullah mengatakan, neraca perdagangan Indonesia yang saat ini surplus masih mengalami tantangan. Sebab, mayoritas ekspor hanya mengandalkan komoditas alam.
Indonesia belum termasuk sebagai negara pengekspor utama barang manufaktur atau barang-barang hasil inovasi lainnya. Di saat ekonomi global diramalkan melambat karena perang dagang AS dengan Tiongkok, ekspor Indonesia akan tertekan. Belum lagi Indonesia akan mengalami tantangan ekspor sawit dari Eropa.
Di sisi lain, Indonesia yang tahun lalu mempunyai defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) 2,98 persen diprediksi mengalami tantangan dalam upaya penurunan CAD. “CAD di atas 2,5 persen itu ibarat lampu kuning. Kita harus menekan CAD sampai di bawah 2,5 persen,” kata Piter.
Menurutnya, tantangan neraca dagang dan CAD masih akan terjadi hingga tahun 2020. Jika pemerintah atau pengusaha ingin neraca dagang surplus, maka banyak pekerjaan rumah (PR) yang harus dikerjakan. Antara lain, memaksimalkan kebijakan yang sudah dikeluarkan sebelumnya. Seperti kebijakan B20, penurunan impor barang konsumsi lewat kenaikan pajak penghasilan (PPh) impor dan lain-lain.