Sempat Menangis, Hamsad Rangkuti Berupaya Melepas Jarum Infus
Sebuah peristiwa mengharukan terjadi di sana. Saat diajak sang istri berjalan-jalan ke pantai di atas kursi roda, Hamsad menangis saat menatap perahu-perahu yang berlayar dan sandar di pelabuhan tersebut.
”Saya ingat main-main di situ sama Martin,” ujar pria bernama asli Hasyim Rangkuti itu kepada istrinya sembari menangis. Martin yang dia maksud adalah Martin Aleida, juga sastrawan kenamaan Indonesia yang masih produktif menulis cerpen sampai kini.
Selama berada di Tanjungbalai, mereka menumpang di rumah sanak saudara. Lalu, bergerak lagi ke Kisaran, Asahan. Tapi, di Kisaran, tak ada lagi pusat perbelanjaan berlantai dua tempat Hamsad memulai pengembaraan imajinasinya sebagai anak muda cikal pengarang.
Setelah hampir dua bulan berada di dua kota masa kecil itu, mereka kembali ke Medan.
”Sopir bus di sini baik-baik, masih mau bantu Bapak meski pakai kursi roda. Kalau di Jakarta, waduh...” kata Nurwindasari.
Di Medan, yang sangat ingin dikunjungi Hamsad adalah Taman Sri Deli. Dulu tempat tersebut menyerupai taman kota. Sering menjadi lokasi kongko seniman setempat.
Taman itu kini telah dipugar dan berubah dari bentuknya yang asli. Tapi masih tetap memiliki fungsi sebagai taman rekreasi, di mana pengunjung bisa bersantai dengan memandang air mancur.
Belum sempat rencana itu terwujud, Hamsad jatuh sakit. ”Saya sedih sekali, belum sempat membawa Bapak ke sana. Medan itu sebenarnya tempat beliau transit sebelum ke Jakarta, menjalani takdir sebagai penulis,” kata Nurwindasari.