Serahkan Pendapatan Royalti Buku ke Wati
Kamis, 24 Juli 2008 – 07:43 WIB
Dari situlah kemunikasi di antara mereka mulai berjalan. Tidak hanya sekadar ngobrol tentang keadaan di dalam penjara, Sumiarsih pun mulai curhat ke Ita tentang kehidupan pribadinya yang penuh liku. ”Dari situlah saya mulai mengenal Sumiarsih yang sebenarnya,” katanya.
Suatu hari, sat dibesuk Ita, Sumiarsih menyampaikan keinginannya untuk bisa nonton televisi. Wanita itu ingin melihat perkembangan berita lumpur Lapindo yang saat itu hangat diperbincangkan. Ita lalu mengontak beberpa kenalannya. Berkat bantuan Lions Club Surabaya dan Malang, Lapas Wanita itu mendapat bantuan enam unit pesawat televisi, DVD player, dan alat musik elekton.
”Bu Sih waktu itu sangat senang sekali bisa melihat televisi di bloknya,” ujarnya.
Dalam setiap kunjungan itu, kata Ita, wanita kelahiran Ploso Jombang itu banyak bercerita tentang kehidupannya yang penuh warna. Mulai dari masa kecilnya yang miskin; saat menjadi hostes di Jakarta; memiliki wisma prostitusi di Gang Dolly, Surabaya; hingga mengapa dia dan keluarganya sampai membunuh Puwanto. ”Sejak saat itu saya mulai menabung tulisan tetang Bu Sih,” ucapnya.
Ita biasanya langsung mencatat data-data hasil wawancara dengan Sumiarsih itu begitu dia sudah berada di luar tembok penjara. ”Waktu besuk kan tidak boleh bawa kertas atau catatan. Jadi setelah besuk baru dicatat. Itu saya lakukan sejak 2000,” katanya.
Selain dengan Sumiarsih dan Sugeng, Ita juga dekat dengan Wati. Sebab, setelah Ita membesuk Sumiarsih, terpidana mati itu biasanya meceritakan ke Wati. ”Dari situlah kami kenal dan dekat,” katanya.