Seruan Wamenag untuk Dosen dan Guru Besar di Seluruh Perguruan Tinggi
Pertama, berkembangnya cara pandang, sikap, dan praktik beragama yang berlebihan atau ekstrem, yang tidak lagi menjadikan kemaslahatan kemanusiaan sebagai tujuan beragama.
Agama yang sejatinya mulia, kata dia, dipahami oleh sebagian masyarakat justru menjadi pembenaran untuk menghilangkan hak-hak kemanusiaan: hak untuk hidup, memperoleh keadilan, dan mendapatkan perlakuan-perlakuan yang semestinya.
Kedua, sambungnya, berkembangnya klaim kebenaran (truth claim) secara subyektif dan pemaksaan kehendak atas tafsir agama yang demikian kuat.
Terlebih, tafsir agama itu dijadikan “komoditas” untuk meraih pengaruh kepentingan ekonomi dan politik sehingga pada gilirannya berpotensi menimbulkan konflik di masyarakat.
Ketiga, berkembangnya semangat beragama yang tidak selaras dengan kecintaan berbangsa dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Militansi keagamaan diperhadapkan dengan militansi keindonesiaan, hingga menyentuh pada mengafirkan ideologi Pancasila.
Dia mengatakan agama dan nasionalisme yang semestinya memiliki relasi yang fungsional dan saling menguatkan.
“Sebagai civitas akademika, para dosen perlu hadir memberikan pencerahan. Dampingi dan advokasi masyarakat sehingga dewasa dalam bermedia digital dan menjadikannya sebagai instrumen memperkuat semangat keindonesiaan,” pungkas Zainut. (esy/jpnn)
Jangan Lewatkan Video Terbaru: