Setop Perkawinan Anak Adalah Tanggung Jawab Bersama
“Sekarang ini kami aktif kampanye melalui semua media untuk mencegah praktik perkawinan usia anak,’’ kata Hartina.
Selain aktif kampanye melalui media, DP3AP2KB juga aktif blusukan ke desa-desa yang masih merah. Warna merah ini untuk menggambarkan bahwa praktik perikahan anak masih tinggi di desa itu.
DP3AP2KB menggandeng tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, guru, orang tua, kelompok remaja, kelompok perempuan, dan NGO. Secara rutin DP3AP2KB turun ke lapangan untuk mengedukasi bahaya praktik perkawinan usia anak. Beberapa aturan di tingkat desa sudah dibuat untuk mencegah perkawinan usia anak.
“Selain advokasi dari atas, advokasi kebijakan, kami juga turun ke lapangan,’’ katanya.
Dalam Deklarasi Bersami Stop Perkawinan Anak itu, Wakil Gubernur NTB HM Amin menyampaikan, Pemprov NTB bersama pemerintah kabupaten dan kota di NTB mendukung penuh program pendewasaan usia perkawinan dengan minimal usia perkawinan umur 21 tahun.
Gubernur NTB TGB HM Zainul Majdi sudah membuat surat edaran yang berisi usia ideal perkawinan pertama.
"Penekanan angka pernikahan anak juga menjadi prioritas dalam RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah) kita,’’ kata Amin.??Amin menjelaskan, tingginya angka perkawinan usia anak di NTB ini tidak terlepas dari praktik “kawin lari” yang dikenal dengan istilah merarik.. Faktor lain yang berkontribusi pada tingginya perkawinan anak di NTB, lanjut Amin, meliputi kemiskinan, pendidikan yang rendah, rendahnya sosialisasi, serta rendahnya pengetahuan masyarakat.