Setya Novanto, dari Lolos Tersangka Hingga di Kursi Terdakwa
jpnn.com, JAKARTA - Siapa yang belum pernah mendengar nama Setya Novanto. Sosok yang satu ini belakangan terus menjadi perbincangan. Selain soal keterlibatannya di pusaran korupsi pengadaan e-KTP, kelicinannya dalam menghadapi hukum juga menjadi sorotan.
Dari rangkuman JPNN, semenjak kasus e-KTP mencuat, nama Novanto memang sudah disebut-sebut terlibat. Puncaknya dalam dakwaan dan putusan majelis hakim atas terpidana Irman dan Sugiharto.
Dalam dakwaan itu, disebutkan Novanto terlibat dalam korupsi e-KTP yang merugikan negara sekitar Rp 2,9 triliun. Pria yang karib disapa Setnov ini lantas ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 17 Juli 2017.
Untuk proyek e-KTP sendiri terjadi pada kurun waktu 2011-2012, saat itu Novanto menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR. KPK menduga Setnov ikut mengatur agar anggaran proyek e-KTP senilai Rp 5,9 triliun disetujui anggota DPR.
Dijadikan tersangka, Setnov yang juga nonaktif sebagai Ketua Umum Partai Golkar tak langsung melawan. Dia sempat mengaku akan patuh pada aturan hukum.
Namun, pada 4 September dia resmi melawan. Setnov mendaftarkan gugatan praperadilan terhadap KPK ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Gugatan terdaftar dalam nomor 97/Pid.Prap/2017/PN Jak.Sel. Setnov meminta penetapan statusnya sebagai tersangka dibatalkan KPK.
Kemudian, pada 11 September, panggilan perdana Setnov datang dari KPK sebagai tersangka. Akan tetapi Setnov tak hadir dengan alasan sakit. Hal ini dibenarkan plt Ketum Golkar Idrus Marham bersama tim kuasa hukum Setnov yang mengantarkan surat dari dokter ke KPK.
Perlawanan Setnov tak sampai di situ, dia mengirimkan surat ke KPK melalui Wakil Ketua DPR Fadli Zon. Di situ Setnov meminta KPK menunda proses penyidikan terhadap dirinya sampai putusan praperadilan keluar.