Siang Hadapi Agresi Belanda, Malam Waspadai Komplotan Perampok
Tak urung, laskar-laskar belia itu bergegas kembali ke Madiun. ‘’Setelah itu, kami dipanggil ke Surabaya,’’ terang Soenardi.
Sejumlah prajurit bertolak ke Surabaya untuk memenuhi panggilan pembubaran TGP. Mereka lantas diberi pilihan untuk bergabung dengan TNI atau melanjutkan pendidikan.
Soenardi memilih meneruskan sekolahnya. Dia meniti karir sebagai guru hingga menjabat kepala SDN Nglanduk sebelum pensiun. ‘’Alhamdulillah dapat apresiasi dari pemerintah,’’ syukurnya.
Menikmati masa tua, Soenardi hidup bahagia bersama istrinya, Sutjiati. Hiasan rumahnya masih kental dengan nuansa patriotisme.
Lambang berupa pena dan senapan yang menyilang di dalam roda besi, tertempel kuat di dinding ruang tamu.
Merah putih bertiang bambu kuning berkibar di terasnya. Di rumah sederhana itu, Soenardi membesarkan 13 anaknya. ‘’Kalau cucu, saya tidak hafal berapa jumlahnya,’’ ujar Soenardi terkekeh. ***(hw)