Sikap Tegas Politikus PKS Terhadap Wacana Pemulangan WNI Eks ISIS
jpnn.com, JAKARTA - Ketua Fraksi PKS DPR Jazuli Juwaini menyatakan pandangan resmi fraksinya terhadap polemik pemulangan WNI yang pernah menjadi anggota dan simpatisan ISIS. Hal ini sekaligus untuk meluruskan atau mengklarifikasi pernyataan Anggota Fraksi PKS Mardani Alisera yang dikutip media yang dapat disalahpahami setuju dan mendukung pemulangan tersebut. Padahal permasalahan dan implikasinya tidak sesederhana persoalan setuju atau tidak setuju.
Fraksi PKS, kata Jazuli Juwaini, secara tegas menyatakan terkait pemulangan eks anggota dan simpatisan ISIS harus hati-hati dan waspada. Persoalan ini tidak sederhana karena menyangkut orang-orang yang sejak awal memilih keluar dari Indonesia untuk mengikuti paham gerakan bahkan menjadi kombatan ISIS yang jelas-jelas bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Bahkan sebagian mereka secara demonstratif merobek paspor Indonesia hingga menyatakan perang atau permusuhan kepada Indonesia
“Permasalahan ini perlu dikaji secara hati-hati, cermat, dan terukur. Jangan sampai dampak negatif justru menimpa negara kita akibat penyebaran paham mereka di Tanah Air. Padahal kenyataannya mereka yang terpapar bahkan pernah menjadi kombatan ISIS ini tidak mau secara tegas kembali taat dan tunduk pada Pancasila dan UUD1945,” ujar Jazuli Juwaini dalam keterangan persnya, Senin (10/2).
“Kalau mereka tidak mau taat dan tunduk pada Pancasila, UUD 1945 serta semua aturan yang berlaku atau istilahnya menolak NKRI ya itu pilihan mereka untuk tidak bisa kembali ke Indonesia apakah menjadi stateless atau apapun namanya. Apalagi dikabarkan ada yang merobek paspor dan bahkan menyatakan perang dan permusuhan kepada Indonesia."
Lebih lanjut, Jazuli mengingatkan seluruh anggota Fraksi PKS agar berhati-hati membuat pernyataan soal ini dengan pesan utama agar semua pihak berhati-hati dan tidak menganggap remeh eks anggota dan simpatisan ISIS. Anggota Komisi I DPR ini menilai penyelesaian permasalah eks anggota ISIS tidak hanya menjadi masalah Indonesia, akan tetapi membutuhkan intervensi komunitas internasional melalui PBB.
“Karena ISIS sudah menjadi ancaman keamanan internasional, sementara anggota ISIS berasal dari berbagai negara, maka Perserikatan Bangsa-Bangsa harus turun tangan melakukan deteksi, identifikasi dan karantina (isolasi) serta menyelenggarakan program deradikalisasi agar jangan sampai menyebarkan virus ISIS-nya ke negara masing-masing,” ungkapnya.
Sebagai negara berdaulat, Indonesia memiliki kewajiban melindungi kedaulatan dan keselamatan warga negara dari ancaman paham yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Untuk itu, negara dan pemerintah harus mampu memilih dan memilah skala prioritas WNI yang harus dijaga dan diselamatkan dari bahaya dan ancaman. Dalam hal ini profiling menjadi penting mana yang benar-benar niat dan terlibat dan mana yang menjadi korban.
"Pada posisi kita harus jelas membedakan antara WNI yang terjebak di Suriah dan menjadi korban--apakah sebagai pelajar, tenaga kerja, atau anak-anak yang tidak tahu menahu motif orang tuanya, dan ini wajib kita selamatkan--dengan orang-orang yang nyata-nyata melawan negara lalu menyatakan bergabung dengan ISIS apalagi merobek paspor Indonesia secara terang-terangan dan demonstratif, dan ini yang harus diisolasi oleh PBB," pungkas Jazuli.(fri/jpnn)