Sistem Pelayanan Terintegrasi di Pelabuhan Kini Lebih Ringkas dengan Aplikasi Kipos
Integrasi dinilai penting karena biaya logistik di Indonesia termasuk yang termahal di Asia. Pengamat transportasi Ajiph Razifwan Anwar mengutip data Bank Dunia yang menyebut pada 2018 performa logistik Indonesia berada di urutan ke-49 dari 160 negara. Indonesia juga memperoleh skor 3,15 dengan 5 sebagai skor tertinggi.
"Posisi Indonesia masih berada di bawah kinerja negara-negara ASEAN lainnya seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand," kata pengamat dari Masyarakat Transportasi Indonesia itu.
Ajiph melanjutkan, biaya logistik di Indonesia per tahun tercatat sedikitnya Rp1.820 triliun atau setara 24% Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Jika dirinci, sebanyak Rp546 triliun merupakan biaya penumpukan barang atau kargo di pelabuhan, Rp1.092 untuk biaya transportasi, dan sisanya sebanyak Rp182 triliun merupakan biaya administrasi.
Menurut Ajiph, tingginya biaya logistik tersebut akibat tidak adanya masterplan logistik nasional, sehingga terjadi inefisiensi distribusi barang.
Selain itu, infrastruktur logistik yang konvensional baik di pelabuhan juga ikut menyumbang tingginya angka biaya logistik.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Informasi Kepabeanan dan Cukai Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan, Agus Sudarmadi menjelaskan, pemerintah sudah menargetkan peningkatan kinerja logistik melalui penataan Ekosistem Logistik Nasional (NLE).
Hal itu tertuang dalam Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penataan Ekosistem Logistik Nasional. "Pemerintah menargetkan biaya logistik bisa kita turunkan menjadi 14% atau 15% per tahun sebelum 2024," kata Agus.
Sistem logistik nasional terdiri dari empat pilar yang mencakup simplifikasi proses bisnis pemerintah, kolaborasi platform logistik, kemudahan pembayaran, serta tata ruang dan infrastruktur.