Skandal Separatisme di Bawaslu, Pakar Nilai Ada Masalah di Proses Seleksi
jpnn.com, JAKARTA - Co-Founder Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menilai Polri tidak kecolongan dengan adanya terduga simpatisan Organisasi Papua Merdeka (OPM) jadi Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Puncak 2023-2028. Namun, lebih karena faktor kelalaian.
"Karena ini domain sipil, maka yang dilibatkan adalah Polri. Saya tidak sepakat ini merupakan bentuk kecolongan. Bagi saya, jika kita tidak bisa menuding ada kesengajaan, maka ini adalah kelalaian," ucapnya saat dihubungi, Rabu (23/8).
Menurutnya, Polri secara tidak langsung terlibat dalam proses seleksi calon anggota Bawaslu.
Ini terlihat dengan adanya syarat administrasi berupa surat keterangan catatan kepolisian (SKCK) bagi para pendaftar. Sayangnya, penerbitan SKCK tidak dilakukan dengan teliti.
"Meskipun tidak pernah tersangkut masalah pidana dan diadili, kepolisian tetap bisa mengeluarkan catatan yang menerangkan bahwa yang bersangkutan diadukan atau diduga pernah terlibat dalam aktivitas separatisme," katanya.
"Jika prosedur pengurusannya dijalankan dengan benar, mestinya sejak awal sudah bisa dideteksi dan tidak diloloskan secara administratif."
Dalam seleksi calon komisioner Bawaslu daerah, kepolisian juga dilibatkan dalam beberapa tahap. Misalnya, tes kesehatan dan kejiwaan oleh Biddokkes serta tes psikologi oleh Biro SDM Polda setempat.
Fahmi berpendapat, lolosnya Guripa Telenggen yang diduga terlibat aktivitas separatisme, lebih tampak sebagai dampak buruknya integritas dan profesionalisme para pihak dalam penyelenggaraan seleksi.